Saat ini, menikah mungkin sudah menjadi sebuah pencapaian yang didamba-dambakan oleh banyak anak muda. Tapi, tahukah mereka, bahwa proses menuju nikah nggak semudah membalikkan telapak tangan. Proses pencarian dan penemuan jodoh bak jalanan berliku dan tajam. Memang banyak kita saksikan di lini masa media sosial kita, seolah jalan seseorang menemukan jodohnya begitu mudah. Padahal, bisa jadi itu hanya satu perseribu dari seluruh kejadian yang ada.
Aku adalah salah satu yang mengalami dan merasakan betapa sulit dan peliknya proses mencari jodoh.
Namaku Ana, usiaku 27 tahun. Usia yang sudah nggak muda lagi bagi seorang perempuan yang belum menikah. Di tengah usia yang semakin “menua” dan desakan lingkungan sekitar untuk segera menikah, aku menempuh berbagai jalan untuk menjemput dan menemukan jodohku. Mulai dikenalin dengan seseorang oleh teman dekat, keluarga, dan juga jalan ta’aruf pun kutempuh.
Tapi, ternyata jodoh memang nggak semudah itu untuk ditemukan. Banyak sekali penolakan yang aku terima. Sampai-sampai aku resah dan insecure, “Apa aku nggak se-worth it itu, ya, untuk dimiliki?”
Sampai puncaknya, momen yang membuatku benar-benar down adalah saat aku gagal menikah dengan calon pasangan yang kukenal melalui ta’aruf, tepat ketika acara pernikahan kurang 2 hari lagi. Ada satu hal prinsip yang membuat kami berdua gagal menikah.
Hal itu menjadi semacam pukulan telak bukan hanya untukku, tapi juga keluargaku.
Pelan-pelan, aku coba bangkit. Banyak pelajaran yang akhirnya kudapatkan dari peristiwa itu. Aku jadi lebih fokus untuk memperbaiki diri kembali. Sebab, aku yakin saat aku mau memperbaiki diri, kelak jodoh yang datang padaku pun tentu juga yang mau memperbaiki dirinya. Dan, jodoh pasti datang di waktu yang tepat.
Reviews
There are no reviews yet.