Obat Penyakit Hati

Tanya:
Bagaimana cara menghilangkan penyakit hati seperti iri, dengki, dan sombong? Agung Siswanto ‏@agoeng_sis

Jawab:
Iri, dengki, sombong, dan penyakit hati lainnya harus kita waspadai dan kita hilangkan dari diri kita, karena selain merusak amal juga dapat merusak persaudaraan dengan sesama. Cara menghilangkannya sebagai berikut.
1.    Renungkan kondisi diri kita dan yakinkan bahwa semua yang ada pada kita adalah milik Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya.
2.    Jangan pernah membanding-bandingkan kelebihan yang kita miliki dengan kelebihan orang lain. Sadari bahwa segala sesuatu punya kelebihan dan kekurangan.
3.    Bersikap rendah hati dan senantiasa bersyukur.
4.    Ingatlah bahwa sikap iri, dengki, dan sombong dibenci Allah dan dimusuhi makhluk.
5.    Berdoalah agar dijauhkan dari iri, dengki, sombong, dan penyakit hati lainnya.

Agar Menjadi Orang yang Sabar

Tanya:
Apakah sabar itu ada batasnya? Bagaimana meletakkan kesabaran di hati kita? Agung Siswanto ‏@agoeng_sis

Jawab:
Sabar tidak ada batasnya. Orang yang merasakan batas dalam kesabarannya maka ia belum cukup bersabar. Agar tertanam kesabaran dalam hati kita, tip-tip berikut bisa dilakukan.
1.    Tersenyumlah meski hati sedang bersedih. Karena, senyum dapat menjadi penyejuk hati yang sedang gulana. Insya Allah beban berat yang kita rasakan akan berkurang sehingga hidup pun tenang.
2.    Jaga pendengaran dan penglihatan. Hindari hal-hal yang dapat mengganggu kesabaran kita.
3.    Yakinkan diri bahwa setiap kemuliaan pasti ada ujiannya. Ujian akan terselesaikan dengan kesabaran.
4.    Selalu memandang orang-orang yang ada di bawah kita dalam urusan duniawi dan memandang orang-orang yang ada di atas kita dalam urusan ukhrawi.
5.    Selalu berdoa agar kita diberi kesabaran.

Derita dan Pengorbanan Pohon Apel

Ada sebatang pohon apel yang cukup besar dan anak laki-laki yang senang bermain-main di sekitarnya. Anak laki-laki itu senang memanjat pohon tersebut hingga ke pucuknya. Ia memakan buahnya dan tidur-tiduran di bawah rindang daunnya. Ia sangat mencintai pohon apel itu, demikian pula sebaliknya.

Waktu terus berlalu. Anak laki-laki itu telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel tersebut. Setelah sekian lama, ia baru mendatangi pohon apel itu. Langkahnya gontai, wajahnya sedih. “Ayo bermain lagi denganku!” ajak pohon apel.
“Aku bukan anak kecil lagi yang suka bermain-main dengan pohon,” jawabnya, “aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”

READ MORE