Khaulah Binti Tsa’labah - Qultum Media
Qultummedia adalah penerbit buku islami
Qultummedia, qultum, novel islami, ibadah, buku, motivasi, pengembangan diri,
24152
post-template-default,single,single-post,postid-24152,single-format-standard,theme-stockholm,woocommerce-no-js,ajax_fade,page_not_loaded,,select-child-theme-ver-1.0.0,select-theme-ver-4.2,menu-animation-line-through,wpb-js-composer js-comp-ver-7.4,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-30952

Khaulah Binti Tsa’labah

 “Aku haram bagimu! Engkau telah menceraikan aku dengan cara jahiliyah,” kata Khaulah pada Aus dengan nada keras.
Tapi Aus tidak peduli. Ia tetap menginginkan Khaulah. Khaulah mendorong Aus dan berlari keluar. Ia tak sadar jika baju bagian belakanganya robek. Ketika hendak membetulkan jilbabnya, Khaulah baru menyadarinya. Ia menjadi bingung hendak pergi ke mana dengan baju robek.
Persoalan ini bermula ketika Khaulah sedang shalat di kamarnya, Aus pulang dan merasa sangat lapar. Ketika tak didapatinya secuil makanan pun di rumah, darahnya meluap-luap. Begitu Khaulah muncul di hadapannya, dia langsung mencaci-maki istrinya dengan kata-kata yang sangat kasar. Dituduhnya Khaulah telah menghabiskan makanan. Padahal yang sesungguhnya, sejak kemarin Khaulah belum makan karena dia lebih mengutamakan suaminya ketimbang dirinya. Seringkali  jatah makanannya diberikan kepada suaminya agar tidak kelaparan.

 Menerima tuduhan dan cacian seperti itu, bukan alang-kepalang sedih dan sakitnya hati Khaulah. “Alangkah tak tahu dirinya kau, Aus,” batinnya mengucap. Tetapi dia tetap sabar dan menahan diri. Melihat istrinya hanya diam terpaku, Aus semakin berang. Ditamparnya Khaulah. “Engkau bagiku seperti punggung ibuku,”  katanya sambil pergi keluar rumah.
 Khaulah tertegun. Menangis tersedu. “Sampai hati engkau berkata seperti itu, Aus. Kau ceraikan aku dengan cara jahiliyah,” ujar Khaulah dalam hatinya.
 Tak lama berselang, Aus pulang kembali ke rumahnya dengan membawa sejumlah kurma. “Makanlah ini Khaulah,” ujarnya seraya menyodorkan kurma pada Khaulah.
 “Alhamdulillah, saya tidak lapar,” jawab Khaulah ketika itu.
 “Baiklah, kalau begitu aku makan saja semuanya.” Dimakannya kurma itu dengan lahap hingga tak bersisa.
 Khaulah masih duduk terpaku. Tanpa disadarinya, Aus mendekatinya seraya mengajaknya ke kamar. Tapi Khaulah mengelak dan menjauh. Aus mengejarnya sambil berusaha menanggalkan pakaian Khaulah.
  “Khaulah, sedang apa engkau di sana?” Tanya tetangganya yang melihat Khaulah celingukan kesana-kemari. “Kemarilah…!” kata tetangga itu lagi. Khaulah menghampiri tetangganya itu. Tetangganya mengajak Khaulah masuk ke rumahnya. “Ada apa Khaulah? Sepertinya engkau sedang kebingungan,” tanya tetangga itu lagi. Khaulah menceritakan apa yang baru saja dialaminya.
 “Kalau begitu engkau telah diceraikan.”
 “Ya, aku diceraikan dengan cara jahiliyah,” ujar Khaulah.
 “Lalu apa rencanamu?”
 “Aku akan mendatangi Rasulullah untuk meminta petunjuk darinya.”
 Khaulah pergi menemui Rasulullah. Sesampainya di tempat Rasulullah, Khaulah menceritakan semua kejadian yang dialaminya dan keburukan perangai suaminya.
 Aus, suami Khaulah, memang seseorang yang berperangai buruk. Ucapannya kasar, suka memaki dan menghina, bahkan tak jarang dia memukul istrinya. Sebaliknya, Khaulah adalah seorang wanita yang berbakti pada suaminya. Setiap kali suaminya pulang, Khaulah selalu bergegas menyediakan makanan seadanya berupa roti kering. Namun selalu mendapat cacian dan makian dari suaminya. Aus suka sekali makan yang enak-enak, tetapi apa yang harus dihidangkan? Hanya itu yang tersedia di rumahnya dan ia pun tak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan yang lezat. Cacian dan makian suaminya yang memerahkan telinga diterimanya dengan sabar.
 Wanita itu selalu menyimpan kesedihan dan derita yang dialaminya. Satu hal yang selama ini selalu menghibur hatinya adalah sebuah ayat yang ia dengar dari Nabi Muhammad Saw., yang artinya:
 “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusuk. Yaitu orang-orang yang meyakini akan berjumpa dengan Tuhannya dan akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 45).
 Ayat ini laksana penawar rasa duka dan deritanya. Dengan sekuat tenaga ia selalu berusaha untuk berbakti pada suaminya. Ridha menerima nasib dan selalu melayani kebutuhan suaminya dengan ikhlas, meskipun derita yang dirasakannya sungguh tak terperikan.
 “Khaulah, suamimu sudah cukup tua. Jagalah ia baik-baik,” ujar Rasulullah. Tetapi tiba-tiba Rasulullah menunduk seperti sedang menerima sesuatu.
 “Khaulah, Allah telah menurunkan ayat-ayat yang berkenaan dengan masalahmu.” Rasulullah membacakan ayat yang baru saja diterimanya:

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan padamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mujadilah: 1).

“Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tidaklah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka telah mengatakan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mujadilah: 2).

“Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum keduanya (suami istri itu) bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 3).

“Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa, (wajib atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang pedih.” (QS. Al-Muajdilah: 4).

Khaulah merasa bersyukur karena keluhannya didengar langsung oleh Allah Swt.. “Allah, Rabbul ‘Alamin, alangkah agung karunia dan kasih sayang-Mu. Alangkah sempurna keadilan-Mu,” tutur Khaulah. Air matanya berlinang, haru karena Allah tidak melupakannya, seorang wanita miskin dan lemah.
 “Khaulah, suruhlah suamimu memerdekakan seorang budak,” sabda Rasulullah.
 “Rasulullah, dia tidak memiliki apa-apa untuk memerdekakan seorang budak.”
 “Suruh dia berpuasa dua bulan berturut-turut.”
 Khaulah yang tahu kelemahan suaminya yang telah cukup tua itu berkata, “Dia sudah tidak mampu lagi untuk berpuasa dua bulan berturut-turut.”
 “Kalau begitu, suruh ia memberi makan enam puluh orang miskin dengan satu gantang kurma.”
 “Dia juga tidak memiliki kurma sebanyak itu.”
 “Kami akan membantu setengahnya.”
 “Dan dariku setengahnya lagi.” Sambung Khaulah.
 “Bagus sekali Khaulah, pergilah segera dan sedekahkanlah kurma ini dan berlaku baiklah terhadap suamimu.”
 Khaulah pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri. Sementara Aus sedang duduk termenung. Melihat istrinya pulang, Aus segera menghampiri Khaulah. “Maafkan aku Khaulah, aku menyesal telah berbuat kasar padamu selama ini,” ujar Aus dengan mata berkaca-kaca.
 “Sudahlah, ada berita gembira, suamiku,” kata Khaulah. Lalu diceritakannya semua peristiwa yang terjadi di tempat Rasulullah Saw..
 Aus tersentak. “Allah, alangkah besar anugerah dan kasih sayang-Mu. Aku bertaubat pada-Mu dengan sepenuh hati, maka terimalah taubatku ya Allah,” tutur Aus seraya menengadahkan kedua tangannya.
 Masa terus berjalan dengan cepat, kini Aus telah tiada. Meninggalkan Khaulah sebatang kara. Namun wanita itu tetap tabah dan tegar laksana batu karang di lautan. Ia mencurahkan sisa kehidupannya untuk beribadah kepada Allah.
 Tibalah saat Umar Bin Khattab memegang tampuk pemerintahan Islam. Usia Khaulah sudah semakin tua.  Ketika dia berjumpa dengan Khalifah Umar, wanita itu menasihatinya,
 “Hai Umar, aku ingat dahulu ketika di pasar Ukaz dan waktu itu namamu masih Umair, engkau menakut-nakuti anak-anak dengan pedangmu. Kemudian kau berganti nama menjadi Umar dan kini dipanggil dengan sebutan Amirul Mukminin. Maka bertakwalah kepada Allah dan sejahterakanlah rakyatmu, karena jabatan yang kau pegang adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Ketahuilah, barangsiapa takut dengan ancaman Allah, maka Allah akan memudahkan baginya segala yang sulit. Dan barangsiapa yang selalu mengingat mati, dia akan takut menyia-nyiakan waktu.”
 Demikian lama Khaulah menasihati khalifah Umar bin Khattab. Khalifah pun mendengarkan dengan penuh perhatian. Tiba-tiba salah seorang yang menyaksikan adegan itu menghampiri keduanya dan berkata pada Khalifah Umar, “Amirul Mukminin, wanita ini meremehkan dan membuat engkau lelah.”
 “Tidakkah engkau kenali siapa wanita ini? Dialah Khaulah binti Tsa’labah, penyebab turunnya permulaan ayat surat Al-Mujadilah. Demi Allah, seandainya dia menasihatiku semalam suntuk, aku tidak akan meninggalkannya kecuali untuk shalat. Setelah itu, aku akan cepat kembali untuk mendengarkannya lagi,” tutur Khalifah Umar.
 Itulah kisah seorang wanita yang memiliki kesabaran tiada tara. Ia menjadikan sabar dan shalat sebagai penolongnya.

No Comments

Post a Comment