Mustahik Zakat
Nama : Ismiatun Qotrunnada Email : terang.langit@… Pertanyaan: |
Assalamu`alaikum
Pak Ustadz, saya mau bertanya. Siapa saja yang sebenarnya berhak menerima zakat? Beberapa teman mengatakan bahwa saya termasuk orang yang dapat menerima zakat karena saya anak yatim piatu. Tapi saya sendiri sedikit ragu, karena saya merasa tidak memunyai beban dalam hal ekonomi karena sekarang sudah bekerja di suatu pabrik, walaupun memang sebelumnya saya hanya seorang penjahit dengan penghasilan sangat minim. Tapi dengan kondisi sekarang yang saya rasakan, sepertinya saya sudah bukan merupakan orang yang kekurangan. Orang yang biasa-biasa sajalah, tidak kaya dan tidak juga miskin.
Dengan kasus seperti ini, apakah saya tetap mendapat zakat? Ataukah saya sudah harus mengeluarkan zakat? Mohon penjelasannya.
Terima Kasih
Wassalam
Jawaban:
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh
Di dalam surat At-Taubah ayat 60 disebutkan bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik) ada delapan.
Nama : Ismiatun Qotrunnada Email : terang.langit@… Pertanyaan: |
Assalamu alaikum wr. wb
Pak Ustadz, saya mau bertanya. Siapa saja yang sebenarnya berhak menerima zakat? Beberapa teman mengatakan bahwa saya termasuk orang yang dapat menerima zakat karena saya anak yatim piatu. Tapi saya sendiri sedikit ragu, karena saya merasa tidak memunyai beban dalam hal ekonomi karena sekarang sudah bekerja di suatu pabrik, walaupun memang sebelumnya saya hanya seorang penjahit dengan penghasilan sangat minim. Tapi dengan kondisi sekarang yang saya rasakan, sepertinya saya sudah bukan merupakan orang yang kekurangan. Orang yang biasa-biasa sajalah, tidak kaya dan tidak juga miskin.
Dengan kasus seperti ini, apakah saya tetap mendapat zakat? Ataukah saya sudah harus mengeluarkan zakat? Mohon penjelasannya.
Terima Kasih
Wassalam
Jawaban:
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh
Di dalam surat At-Taubah ayat 60 disebutkan bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik) ada delapan.
“Sesungguhnya shadaqah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS At-Taubah [9]: 60)
Dari ayat di atas terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat (mustahik), sebagaimana yang telah kami jelaskan dalam “Panduan Pintar Zakat kedelapan asnaf ini, berdasarkan pendapat para ulama fikih dengan ketentuan dan penjelasan sebagai berikut.
1. Fakir
a). Fakir adalah orang yang penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer) sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan wilayah tertentu. Menurut pandangan mayoritas (jumhur) ulama fikih, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta yang kurang dari nishab zakat dan kondisinya lebih buruk daripada orang miskin.
b). Orang fakir berhak mendapat zakat sesuai kebutuhan pokoknya selama setahun, karena zakat berulang setiap tahun. Patokan kebutuhan pokok yang akan dipenuhi adalah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainnya dalam batas-batas kewajaran, tanpa berlebih-lebihan atau terlalu irit.
c). Di antara pihak yang dapat menerima zakat dari kuota fakir, yaitu orang-orang yang memenuhi syarat “membutuhkan. Maksudnya, tidak mempunyai pemasukan atau harta, atau tidak mempunyai keluarga yang menanggung kebutuhannya. Orang-orang tersebut adalah: anak yatim, anak pungut, janda, orang tua renta, jompo, orang sakit, orang cacat jasmani, orang yang berpemasukan rendah, pelajar, para pengangguran, tahanan, orang-orang yang kehilangan keluarga, dan tawanan, sesuai dengan syarat-syarat yang dijelaskan dalam aturan penyaluran zakat dan dana kebajikan
2. Miskin
Miskin adalah orang-orang yang memerlukan, yang tidak dapat menutupi kebutuhan pokoknya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku. Miskin menurut mayoritas ulama adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang layak untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Imam Abu Hanifah, miskin adalah orang yang tidak memiliki sesuatu. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, keadaan mereka lebih buruk dari orang fakir, sedangkan menurut mazhab Syafii dan Hambali, keadaan mereka lebih baik dari orang fakir. Bagi mereka berlaku hukum yang berkenaan dengan mereka yang berhak menerima zakat.
3. Amil Zakat
a). Yang dimaksud dengan amil zakat adalah semua pihak yang bertindak mengerjakan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, penjagaan, pencatatan, dan penyaluran atau distribusi harta zakat. Mereka diangkat oleh pemerintah dan memperoleh izin darinya atau dipilih oleh instansi pemerintah yang berwenang atau oleh masyarakat Islam untuk memungut dan membagikan serta tugas lain yang berhubungan dengan zakat, seperti penyadaran atau penyuluhan masyarakat tentang hukum zakat, menerangkan sifat-sifat pemilik harta yang terkena kewajiban membayar zakat dan mereka yang menjadi mustahiq, mengalihkan, menyimpan dan menjaga serta menginvestasikan harta zakat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam rekomendasi pertama Seminar Masalah Zakat Kontemporer Internasional ke-3, di Kuwait. Lembaga-lembaga dan panitia-panitia pengurus zakat yang ada pada zaman sekarang ini adalah bentuk kontemporer bagi lembaga yang berwenang mengurus zakat yang ditetapkan dalam syariat Islam. Oleh karena itu, petugas (amil) yang bekerja di lembaga tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan.
b). Tugas-tugas yang dipercayakan kepada amil zakat ada yang bersifat pemberian kuasa (karena berhubungan dengan tugas pokok dan kepemimpinan) yang harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh para ulama fikih, antara lain muslim, laki-laki, jujur, dan mengetahui hukum zakat. Ada tugas-tugas sekunder lain yang boleh diserahkan kepada orang yang hanya memenuhi sebagian syarat-syarat di atas, yaitu akuntansi, penyimpanan, dan perawatan aset yang dimiliki lembaga pengelola zakat, pengetahuan tentang ilmu fikih zakat, dan lain-lain.
c). Para amil zakat berhak mendapat bagian zakat dari kuota amil yang diberikan oleh pihak yang mengangkat mereka, dengan catatan bagian tersebut tidak melebihi dari upah yang pantas, walaupun mereka orang fakir. Dengan penekanan supaya total gaji para amil dan biaya administrasi itu tidak lebih dari seperdelapan zakat (13,5%). Perlu diperhatikan, tidak diperkenankan mengangkat pegawai lebih dari keperluan. Sebaiknya gaji para petugas ditetapkan dan diambil dari anggaran pemerintah, sehingga uang zakat dapat disalurkan kepada mustahiq lain.
d). Para amil zakat tidak diperkenankan menerima sogokan, hadiah atau hibah, baik dalam bentuk uang ataupun barang.
e). Melengkapi gedung dan administrasi suatu badan zakat dengan segala peralatan yang diperlukan bila tidak dapat diperoleh dari kas pemerintah, hibah atau sumbangan lain, maka dapat diambil dari kuota amil sekedarnya dengan catatan bahwa sarana tersebut harus berhubungan langsung dengan pengumpulan, penyimpanan dan penyaluran zakat atau berhubungan dengan peningkatan jumlah zakat.
f). Instansi yang mengangkat dan mengeluarkan surat izin beroperasi suatu badan zakat berkewajiban melaksanakan pengawasan untuk meneladani sunah Nabi saw dalam melakukan tugas kontrol terhadap para amil zakat. Seorang amil zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap harta zakat yang ada di tangannya dan bertanggung jawab mengganti kerusakan yang terjadi akibat kecerobohan dan kelalaiannya.
g). Para petugas zakat seharusnya mempunyai etika keislaman secara umum. Misalnya, penyantun dan ramah kepada para wajib zakat (muzaki) dan selalu mendoakan mereka. Begitu juga terhadap para mustahiq, mereka mesti dapat menjelaskan kepentingan zakat dalam menciptakan solidaritas sosial. Selain itu, agar menyalurkan zakat sesegera mungkin kepada para mustahiq.
4. Muallaf
a). Pihak ini merupakan salah satu mustahiq yang delapan yang legalitasnya masih tetap berlaku sampai sekarang, belum dinasakh. Pendapat ini adalah pendapat yang diadopsi mayoritas ulama fikih (jumhur). Sehingga kekayaan kaum mualaf tidak menghalangi keberhakan mereka menerima zakat.
b). Di antara kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat dari kuota ini adalah sebagai berikut:
1. Orang-orang yang dirayu untuk memeluk Islam: sebagai pendekatan terhadap hati orang yang diharapkan akan masuk Islam atau ke-Islaman orang yang berpengaruh untuk kepentingan Islam dan umat Islam.
2. Orang-orang yang dirayu untuk membela umat Islam: Dengan memersuasikan hati para pemimpin dan kepala negara yang berpengaruh, baik personal maupun lembaga, dengan tujuan ikut bersedia memperbaiki kondisi imigran warga minoritas muslim dan membela kepentingan mereka. Atau, untuk menarik hati para pemikir dan ilmuwan demi memperoleh dukungan dan pembelaan mereka dalam permasalahan kaum muslimin. Misalnya, membantu orang-orang non-muslim korban bencana alam, jika bantuan dari harta zakat itu dapat meluruskan pandangan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.
3. Orang-orang yang baru masuk Islam kurang dari satu tahun yang masih memerlukan bantuan dalam beradaptasi dengan kondisi baru mereka, meskipun tidak berupa pemberian nafkah, atau dengan mendirikan lembaga keilmuan dan sosial yang akan melindungi dan memantapkan hati mereka dalam memeluk Islam serta yang akan menciptakan lingkungan yang serasi dengan kehidupan baru mereka, baik moril maupun materiil.
5. Hamba yang Disuruh Menebus Dirinya (Riqab)
Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih (jumhur). Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan.
6. Orang yang Berutang (Gharimîn):
Orang berutang yang berhak menerima kuota zakat golongan ini ialah:
a). Orang yang berutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan.
2. Utang itu melilit pelakunya.
3. Si pengutang sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya.
4. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan kepada si pengutang.
b) Orang-orang yang berutang untuk kepentingan sosial, seperti yang berutang untuk mendamaikan antara pihak yang bertikai dengan memikul biaya diyat (denda kriminal) atau biaya barang-barang yang dirusak. Orang seperti ini berhak menerima zakat, walaupun mereka orang kaya yang mampu melunasi utangnya.
c) Orang-orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, dimana yang menjamin dan yang dijamin keduanya berada dalam kondisi kesulitan keuangan.
d) Orang yang berutang untuk pembayaran diyat (denda) karena pembunuhan tidak sengaja, apabila keluarganya (aqilah) benar-benar tidak mampu membayar denda tersebut, begitu pula kas negara.
7. Fisabilillah
a). Yang dimaksud dengan mustahiq fisabilillah adalah orang berjuang di jalan Allah dalam pengertian luas sesuai dengan yang ditetapkan oleh para ulama fikih. Intinya adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, seperti berperang, berdakwah, berusaha menerapkan hukum Islam, menolak fitnah-fitnah yang ditimbulkan oleh musuh-musuh Islam, membendung arus pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Dengan demikian, pengertian jihad tidak terbatas pada aktivitas kemiliteran saja.
b). Kuota zakat untuk golongan ini disalurkan kepada para mujahidin, dai sukarelawan, serta pihak-pihak lain yang mengurusi aktivitas jihad dan dakwah, seperti berupa berbagai macam peralatan perang dan perangkat dakwah berikut seluruh nafkah yang diperlukan para mujahid dan dai.
Termasuk dalam pengertian fisabilillah adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Membiayai gerakan kemiliteran yang bertujuan mengangkat panji Islam dan melawan serangan yang dilancarkan terhadap negara-negara Islam.
2. Membantu berbagai kegiatan dan usaha, baik yang dilakukan oleh individu maupun jamaah yang bertujuan mengaplikasikan hukum Islam di berbagai negara dan menghadapi rencana-rencana jahat musuh yang berusaha menyingkirkan syariat Islam dari pemerintahan.
3. Membiayai pusat-pusat dakwah Islam yang dikelola oleh tokoh Islam yang ikhlas dan jujur di berbagai negara non-muslim yang bertujuan menyebarkan Islam dengan berbagai cara yang legal yang sesuai dengan tuntutan zaman. Seperti, mesjid-mesjid yang didirikan di negeri non-muslim yang berfungsi sebagai basis dakwah Islam.
4. Membiayai usaha-usaha serius untuk memperkuat posisi minoritas muslim di negeri yang dikuasai oleh non-muslim yang sedang menghadapi rencana-rencana jahat pengikisan akidah mereka, seperti kristenisasi.
8. Ibnu Sabil
Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) adalah orang asing yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya. Golongan ini diberi zakat dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a). Sedang dalam perjalanan di luar lingkungan negeri tempat tinggalnya. Jika masih di lingkungan negeri tempat tinggalnya, lalu ia dalam keadaan membutuhkan, maka ia dianggap sebagai fakir atau miskin.
b). Perjalanan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, sehingga pemberian zakat itu tidak menjadi bantuan untuk berbuat maksiat.
c). Pada saat itu ia tidak memiliki biaya untuk kembali ke negerinya, meskipun di negerinya sebagai orang kaya. Jika ia mempunyai piutang yang belum jatuh tempo, atau pada orang lain yang tidak diketahui keberadaannya, atau pada seseorang yang dalam kesulitan keuangan, atau pada orang yang mengingkari utangnya, maka semua itu tidak menghalanginya berhak menerima zakat.
Mengenai pertanyaan Bapak yang kedua, kami berpendapat, Bapak tidak termasuk ke dalam mustahik zakat. Kecuali kondisi Bapak berubah sehingga termasuk dari salah satu kategori dari penjelasan mustahik di atas.
Wallaahu alam bishawab
No Comments