Peran Ibu Menjadi Tiang Negara
Ini adalah sebuah kalimat bijak yang mengungkap bahwa ibu sebagai tiang berdirinya negara. Negara dapat tegak berdiri karena berdirinya sekelompok manusia yang semakin hari semakin banyak jumlahnya dan bertebaran di berbagai belahan dunia. Jumlah kelompok yang banyak itu semuanya terlahir dari rahim kaum ibu.
Berkat ibu, keberlangsungan hidup manusia dapat terjadi melalui proses kelahiran sehingga peradaban umat manusia dapat terus berkembang. Bila anak manusia tidak dapat dilestarikan, keberadaan dunia, langit, dan yang ada pada keduanya menjadi sia-sia. Tanpa keberadaan manusia di muka bumi, berarti penciptaan makhluk langit dan bumi tidak memiliki arti, karena semua yang ada merupakan bagian pelengkap bagi manusia.
Oleh karenanya, tegak dan berdirinya sebuah negara tidak lepas dari keberadaan kaum ibu di dalamnya. Bahkan, kaum lelaki sekalipun tidak mungkin bisa menempati bumi sendirian tanpa perempuan sebagai ibu anak-anaknya. Sejarah membuktikan bahwa maju mundurnya segolongan umat dalam suatu masa pada sebuah negara sangat ditentukan oleh andil besar kaum ibu.
Seorang raja terlahir dari rahim seorang ibu, seorang presiden juga lahir dari rahim seorang ibu, dan sederetan tokoh-tokoh penting di dunia semuanya lahir dari rahim ibu mereka masing-masing, bahkan bendera kemerdekaan Indonesia, merah putih, merupakan karya berharga dari seorang ibu.
Pada masa perkembangan masa dakwah Islam di pusat pemerintahan baru Madinah Al-Munawarah, pertempuran penting yang sangat menentukan masa kejayaan Islam di kemudian hari, yaitu Perang Uhud, seorang ibu tampil gemilang menghidupkan kembali syiar dakwah Nabi Muhammad saw. Ibu itu bernama Nusaibah binti Ka’ab yang turut serta dalam pertempuran Uhud, di mana keadaan kaum muslimin di ambang kehancuran. Pasalnya, serangan balik pasukan berkuda Khalid bin Walid dari kubu kafir Quraisy mampu menyerang pasukan elit muslimin tentara pemanah yang meninggalkan posisi strategisnya dan mengabaikan amanat Nabi saw.
Kehancuran itu bukan semata-mata kekalahan kaum muslimin, tetapi desas-desus bahwa Nabi saw telah terbunuh. Semula, Nusaibah hanya berperan memberi minum, makan, dan mengobati pasukan muslimin yang terluka. Akan tetapi, keadaan genting yang hampir saja merenggut nyawa Nabi saw membuat Nusaibah didampingi anak dan suaminya berdiri tegak menghadang serangan kaum kafir Quraisy yang sudah menembus pertahanan akhir kaum muslimin. Tidak lebih dari sepuluh orang, termasuk Nusaibah, kaum kafir Quraisy yang berjumlah ratusan mampu dihentikan. Keberadaan Nusaibah ibarat minyak bagi pelita yang suram dan hampir padam.
Dalam perhitungan matematika, kaum muslimin telah hancur dan hampir saja Nabi saw tidak lagi melanjutkan misi menyebarkan dakwah Islam. Kendati Allah SWT telah menjamin Nabi-Nya secara batin, akan tetapi sunatullah atau hukum logika tetap memiliki kedudukan yang mendapat nilai pasti dan didapati bagi seluruh manusia, termasuk Nabi.
Misalnya mendapat kekalahan atau kemenangan, rasa lapar, begitu pula hidup dan mati. Keberadaan Ibu Nusaibah memperkuat hukum alam yang oleh akal tetap diakui, yaitu usaha keras tanpa mengenal lelah menghasilkan kemenangan. Di sinilah Nusaibah berfungsi sebagai penegak berdirinya Negara Madinah di kemudian hari.
Andai saja Nusaibah tidak tampil, mungkin kaum muslimin lari tunggang-langgang meninggalkan Nabi saw sendirian. Karena melihat Nusaibah tampil berani, terpaculah semangat jihad kaum lelaki dari kaum muslimin yang tadinya lari terbirit-birit sebagai pengecut. Inilah contoh kecil bahwa seorang ibu mampu menjadi penegak berdirinya negara.
*Artikel ini dikutip dari buku “Mukjizat Doa & Air Mata Ibu” karya Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A. (QultumMedia: 2009).
No Comments