Puasa Menjauhkan Diri dari Sifat Tamak
Tamak adalah sifat dasar manusia. Ia adalah bibit egoisme yang bisa menjadi benih penyakit kronis yang mengganjal di hati. Sebagai penyakit, sifat tamak tidak boleh dibiarkan berkeliaran bebas ke seluruh tubuh sehingga bisa merusak niat, motivasi hidup, dan juga amal perbuatan. Jika tidak, akan menggerogoti fungsi hati yang lainnya. Karena, hati adalah Produsen bagi seluruh tingkah laku seseorang. Hati rusak, seluruh anggota tubuh dan amal perbuatan akan rusak. Demikian pula sebaliknya.
Orang tamak, tersiksa bukan karena tidak memiliki harta kekayaan. Ia memiliki segalanya, namun terus tersiksa karena selalu menderetkan daftar keinginan dan menu kebutuhan lain yang harus tercapai. Seorang yang tamak akan selalu melihat apa yang belum diraih dan mengabaikan untuk menikmati apa yang sesungguhnya telah ia raih. Ia tidak akan pernah merasa cukup. Selalu tersiksa oleh haus keinginan.
Banyak orang yang diberi kekayaan berlimpah namun tetap merasa fakir dan tak pernah puas dengan apa yang diperoleh. Selalu melihat apa yang dimiliki orang lain harus menjadi miliknya dan apa yang ia miliki lupa untuk disyukuri. Ini ciri-ciri ketika sifat tamak hendak bersemai dalam hati seseorang.
Tamak disebut penyakit hati karena bisa melemahkan keinginan. Keinginan dan kehendak yang seharusnya menjadi kekuatan bagi seseorang, malah membinasakan pelakunya sendiri. Tamak bukan saja bibit penyakit, tapi juga bukti lemahnya kualitas kerja seseorang. Seorang yang buruk kerja, kebiasaannya hanya mengangankan apa-apa yang belum tercapai tanpa kemauan keras menempuhya.
Perbedaan tamak dan kerja keras maupun cita-cita dan angan-angan sangat tipis sekali. Tamak adalah kesibukan mengejar harta duniawi namun melupakan bekal hidup untuk di akhirat. Sementara kerja keras, kerja dilakukan demi mencapai dua tujuan keseimbangan hidup; dunia dan akhirat.
Orang yang bekerja keras demi ridha Allah SWT, tidak akan mudah terlena dengan pekerjaannya sehingga menjelma menjadi seorang yang gila kerja di mana pekerjaannya itu demi pekerjaan sendiri. Bukan demi tujuan yang lebih luhur dan mulia dari pekerjaan yang dilakukannya. Pekerja keras yang selalu ingat Allah SWT adalah pekerja yang jika meraih keuntungan besar tidak lupa bersedekah pada yang lain, dan saat gagal, ia bersikap sabar, tabah, dan menyerahkan segalanya pada Allah SWT
Semuanya berasal dari Allah. Ia tidak mudah jera dari kegagalan, mencoba kembali bangkit, dan tidak mudah putus asa. Hanya orang-orang yang kehilangan keimanan, orang-orang yang mudah berputus asa. Selain karena ia tidak meyakini pertolongan Allah SWT, ia juga tidak percaya pada potensi yang dimilikinya yang seharusnya justru disyukuri dan diberdayakan.
Sedangkan perbedaan cita-cita dan angan-angan ialah cita-cita selalu terencana dan bertahap, bukan impian liar yang melebar ke mana-mana ibarat orang kehausan yang meminum air laut. Semakin banyak minum, semakin dahaga. Cita-cita menuntut kerja keras dan bukan bermalas-malasan. Cita-cita mengehendaki keistikamahan sikap menuju akhir yang dituju tanpa mudah tergoda oleh setiap gangguan di tengah jalan.
Tamak tidak mendatangkan kesenangan, malah menyiksa pelakunya. Sifat tersebut tidak membaut pelakunya bahagia, malah menjadi binasa. Ketamakan sahabat Nabi Isa As dalam kisah berikut ini adalah contoh yang perlu kita renungkan bersama.
Pada suatu hari Nabi Isa AS berjalan dengan seorang sahabatnya yang baru berkenalan. Keduanya menelusuri tepi sungai dan makanlah tiga potong roti, Nabi Isa AS satu potong dan satu potong untuk orang itu, sisa satu potong. Kemudian ketika Nabi Isa AS pergi minum ke sungai, dan kembali roti yang sepotong itu tidak ada, beliau bertanya kepada sahabatnya, "Siapakah yang telah mengambil sepotong roti?" Jawab sahabat itu, "Aku tidak tahu."
Keduanya meneruskan perjalanan. Tiba-tiba melihat rusa dengan kedua anaknya, maka dipanggillah salah satu dari anak rusa itu lalu disembelihnya dan dibakar. Kemudian dimakan berdua, lalu Nabi Isa AS menyuruh anak rusa yang telah dimakan itu supaya hidup kembali maka hiduplah ia dengan izin Allah, kemudian Nabi Isa AS bertanya, "Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti kekuasaan-Nya itu siapakah yang mengambil sepotong roti itu?" Jawabnya, "Aku tidak tahu."
Kemudian keduanya meneruskan perjalanan hingga sampai ke tepi sungai, lalu Nabi Isa AS memegang tangan sahabatnya itu dan mengajaknya berjalan hingga sampai ke seberang. "Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti ini, siapakah yang mengambil sepotong roti itu?" Jawabannya tetap tidak tahu.
Ketika berada di hutan dan keduanya sedang duduk-duduk, Nabi Isa AS mengambil tanah dan kerikil, lalu diperintahkan, "Jadilah emas dengan izin Allah." Tiba-tiba kerikil itu berubah menjadi emas, lalu dibagi menjadi tiga bagian. "Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedang sepertiga ini untuk orang yang mengambil roti." Serentak sahabat itu menjawab, "Akulah yang mengambil roti itu."
Nabi Isa AS berkata, "Ambillah semua bagian ini untukmu." Keduanya pun berpisah. Tak lama kemudian orang itu didatangi dua orang perampok yang akan membunuhnya. Sahabat Isa AS itu menawarkan, "Lebih baik kita bagi tiga saja." Tiga orang itu setuju. Lalu menyuruh salah seorang pergi ke pasar berbelanja makanan, maka timbul perasaan orang yang berbelanja itu, "Untuk apa kita membagi emas itu, lebih baik makanan ini saya isi racun biar keduanya mati, dan emas ini selamat."
Makanan itu pun dibumbuhinya racun. Sementara orang yang tinggal berkata, "Untuk apa kita membagi emas ini, jika ia datang lebih baik kita bunuh saja, dan emas itu kita bagi dua." Ketika orang yang berbelanja itu datang, dibunuhlah oleh keduanya. Lalu hartanya dibagi menjadi dua, kemudian keduanya makan dari makanan yang telah diberi racun itu, maka matilah keduanya, dan tinggallah harta itu di hutan, sedang mereka mati di sekitar harta itu.
Ketika Nabi Isa AS berjalan di hutan dan menemukan emas itu, ia berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Inilah contoh dunia, maka berhati-hatilah kamu kepadanya."
Demikian kisah yang dicatat buku 1001 kisah yang berbicara tentang ketamakan manusia. Selama yang dituruti itu adalah keinginan hawa nafsunya, seketika itu pula ketamakan tidak mengenal batas akhir. orang yang lumpuh akan berkata, "Alangkah enaknya berjalan." Orang yang berjalan justru membayangkan kenikmatan orang yang bersepeda. Orang yang bersepeda pun masih menganggap lebih baik orang yang naik motor. Yang naik motor pun belum puas sehingga ingin meniru memiliki mobil. Begitulah selera dan tabiat nafsu itu terus dahaga.
Agar bisa mensyukuri nikmat, Rasulullah SAW memberikan resep kepada umatnya agar senantiasa memperhatikan orang yang lebih rendah kedudukan sosialnya. Jangan melihat dan menengadah kepada orang yang lebih kaya darinya.
Begitulah seharusnya orang yang benar-benar menyukuri nikmat. Orang yang memiliki mobil akan bersyukur ketika melihat orang lain yang masih naik motor atau sepeda. Orang yang berjalan pun akan merasa cukup dan berterima kasih manakala melihat orang lain justru terkapar di rumah sakit, demikian seterusnya.
Puasa, termasuk obat effektif menghilangkan sifat tamak dalam diri seseorang. Orang yang berpuasa akan semakin menyadari bahwa keinginan syahwat itu mesti dibatasi dalam koridor yang telah ditentukan Allah SWT Tidak dibiarkan meliar dan membabi buta. Saat bisa mengendalikan nafsu, saat itulah mampu mendekati ridha dan maghfirah Allah SWT.
Kehendak nafsu selalu bercabang, tidak terbatas, dan tidak mengenal akhir. Dipenuhi satu, beranak seribu. Nafsu sering menipu. Ibarat uang yang besar nominalnya, setelah dibelanjakan, kembaliannya justru semakin banyak meskipun jumlah nominalnya sebenarnya kian sedikit. Demikian perumpamaan nafsu, mengejar yang kecil namun abai pada nilai yang besar.
Harta berasal dari al-mal atau al-mayl yang artinya kecenderungan kita kepadanya sehingga bisa membuat serakah. Emas yang berasal dari kata al-dzahab berarti sesuatu yang suatu saat akan hilang (al-dzihab); dan perak (al-fidlah) berasal dari al-lnfidlad, yang artinya pecah karena bisa membuat hubungan silaturahmi retak.
Berharga atau tidaknya harta yang dimiliki seseorang, sebenarnya terletak pada penerimaan dan rasa syukur. Uang seribu rupiah yang dibelanjakan untuk menutupi lapar, lebih berharga ketimbang misalnya uang satu juta rupiah untuk ongkos hura-hura. Berharga atau tidaknya kekayaan seseorang, bergantung pada berharga dan bernilai tidaknya kekayaan itu mengangkat harkat sosial kemanusiaannya saat menyisihkannya untuk membantu orang lain.
Kekayaan abadi, sebenarnya terletak pada apa yang bisa diberikan pada orang lain. Dengan banyak menyumbang, berarti banyak menabung untuk hari esok. Itulah kekayaan kita sesungguhnya. Gambaran angka-angka dari nol yang tetap kembali ke nol (angkanya cuma satu sampai sembilan), merupakan simbol sederhana bahwa sesuatu yang diperoleh akan kembali kepada Pemilik sebenarnya. Inilah falsafah dari doa saat kehilangan sesuatu yang berharga, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (Sesungguhnya kami semua milik Allah SWT dan akan serta harus kembali kepada-Nya). Disarikan dari buku Misteri Bulan Ramadhan, Yusuf Burhanuddin, Qultummedia 2006.
No Comments