suami Archives - Qultum Media
Qultummedia adalah penerbit buku islami
Qultummedia, qultum, novel islami, ibadah, buku, motivasi, pengembangan diri,
614
archive,tag,tag-suami,tag-614,theme-stockholm,woocommerce-no-js,ajax_fade,page_not_loaded,,select-child-theme-ver-1.0.0,select-theme-ver-4.2,menu-animation-line-through,wpb-js-composer js-comp-ver-7.4,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-30952

Melangkah Searah: Catatan 40 Hari Tanpa Bertengkar

Menikah tak menjamin hidup kita lepas dari masalah. Bagi sebagian orang, menikah justru mengundang masalah yang tak pernah datang dalam hidup orang yang melajang. Perbedaan dengan pasangan sering menjadi penyebab. Terlebih jika kita kurang dewasa menyikapinya.

***

Ada yang berkata bahwa 40 hari pertama pernikahan adalah masa-masa yang sulit. Sebab, saat itu kita tengah berproses untuk lebih mengenal pasangan. Bukan mustahil pasangan kita ternyata pribadi yang sama sekali berbeda dari yang kita kenal sebelumnya. Atau setidaknya, tidak persis seperti yang kita kenal.

Mungkin karena alasan itu, beberapa pasangan muda mencoba untuk menahan emosi pada 40 hari pertama pernikahan mereka. Tujuannya agar masing-masing belajar menguasai hati dan menjaga perasaan pasangannya.

          Baca juga: Aji Nur Afifah: Cerita-cerita Perjalanan

Anjuran sebagian orang itu tentu bukan main-main. Dan dari hal tersebut, tersirat pesan bahwa menikah harus dipersiapkan dengan matang. Seandainya masalah rumah tangga itu sederhana, tak mungkin ada anjuran seperti itu.

Aji Nur Afifah, penulis Melangkah Searah, berbagi kisah pribadinya saat mengikuti tantangan tersebut. Berikut kami sadurkan ceritanya dari buku bestseller itu.

***

“Beberapa bulan kemudian, aku mengajukan tantangan itu pada suamiku. Kupikir yang harus berjuang bukan hanya aku sendiri, melainkan harus ada kerja sama di antara kami berdua.

“Benar seperti kata orang, hari-hari awal pernikahan tidaklah mudah. Perlahan, aku mengenal Mas lebih dekat. Saat itu, perbedaan-perbedaan kecil hampir mematahkan komitmen kami.

“Mas pun lebih tahu tentangku. Aku yang notabene anak rumahan, cukup terkejut saat harus banyak melakukan hal secara mandiri. Terlebih aku merasa minder saat Mas mengetahui aku tak pandai masak.

“Tapi, alhamdulillah, Allah menganugerahiku suami yang pengertian. Mas tak pernah protes akan hal itu. Bahkan Mas sering mengantarkanku ke pasar untuk menuntunku belajar menu masakan baru.

“Kepribadian Mas yang peka terhadap sekitar membuat aku belajar. Di awal pernikahan, Mas sering mendahuluiku berbenah dan merapikan rumah. Sebagai seorang istri, aku merasa malu. Namun, secara perlahan aku bisa mencontoh kebaikan darinya.

“Tantangan 40 hari tanpa bertengkar berhasil kami lewati. Kami belajar untuk tidak mengungkit kesalahan satu sama lain. Kami tak pernah merahasiakan masalah. Semuanya harus diceritakan.

“Seusai menikah, tak perlu ada yang kita tutupi. Justru saat ada luka yang terpendam, itu akan menambah masalah yang lebih besar.

“Ajak pasangan untuk bercerita. Luangkan waktu sejenak untuk berdua. Menikah bukan lagi soal aku dan kamu, karena takdir telah mengubahnya menjadi kita.”

***

Rumah tangga ibarat samudera yang luas. Kita membutuhkan bahtera yang kuat untuk mengarunginya, bukan sampan kecil yang rapuh, agar ombak yang datang atau badai yang menghadang tak sampai membuatnya karam.

 

          Baca juga: Bincang-bincang Bareng Penulis Melangkah Searah

Pasangan yang baru menjalani kehidupan rumah tangga kadang kurang sabar dalam mengelola perbedaan; ombak atau badai yang sebenarnya wajar bagi siapa pun yang berumah tangga. Padahal, boleh jadi itu baru perbedaan kecil di antara mereka. Sementara perbedaan besar akan datang beberapa tahun setelah mereka menjalani hidup bersama.

Jika perbedaan kecil membuat mereka bingung dan kehilangan arah, bagaimana dengan perbedaan besar yang kelak datang?

Nah, Teman-teman, mumpung masih ada kesempatan, mari terus belajar dan persiapkan segalanya dengan lebih baik. Tidak ada dua orang yang hidup bersama yang identik kepribadian, kebiasaan, kecenderungan, cara berpikir, bahkan hobinya. Artinya, perbedaan adalah sesuatu yang biasa.

Tak perlu kita mengkambinghitamkannya sebagai penyebab rusaknya bahtera kita.

***

Melangkah Searah, karya Aji Nur Afifah

Menapaki kehidupan rumah tangga ibarat menempuh sebuah perjalanan. Kadang kita menemui jalan yang lurus, berliku, menanjak, atau menurun. Kadang bergelombang dan terjal, tapi kadang sangat mulus dan mudah dilalui.

Selama beberapa tahun Aji Nur Afifah menuliskan pengalaman rumah tangganya di www.ajinurafifah.tumblr.com dan awal tahun ini, alhamdulillah, ia telah merampungkan naskahnya yang berjudul Melangkah Searah dan diterbitkan oleh Qultummedia.Meski baru sebulan terbit, buku ini sudah memasuki cetakan kedua.

Buku ini bisa Pembaca dapatkan secara online di republikfiksi.comGramedia.com dan toko buku online yang lain, atau secara offline di GramediaGunung AgungTM Bookstore, dan toko buku offline yang lainnya. 

pasangan ideal harus ditemukan

Pasangan Ideal Harus Kita Cari, Tak Bisa Hanya Dinanti

Pasangan ideal tak ada yang seperti putri-putri di negeri dongeng, yang kecantikannya seakan abadi dan satu-satunya yang tak mereka miliki hanya kekurangan.

Memiliki pasangan ideal adalah salah satu di antara tiga kunci untuk meraih surga kebahagiaan. Ideal di sini terdiri dari beberapa kriteria. Terkadang, masing-masing memiliki kriteria khusus yang berbeda dengan orang lain.

Dalam Islam, kriteria yang paling utama tentu saja seiman dan saleh atau saleha. Pasalnya, jika seseorang memilih pasangan yang seagama tapi tidak baik (tidak saleh/salehah), rumah tangga yang dibina tidak akan menjadi sakinah, mawaddah, dan rahmah. Bahkan itu bisa mengakibatkan jatuh ke jurang fitnah dan ketidakharmonisan.

Baca juga:
Menjemput Jodoh dengan Istikharah
Jodoh Impian Bertamu Malam Ini. Kamu Sudah Siap?

Mengapa Agamanya Harus Baik?

Seseorang yang baik agamanya akan memuliakan pasangannya, tidak akan menzaliminya ketika sedang marah dan emosi. Dalam suatu kisah disebutkan bahwa ada seorang laki-laki datang menemui Hasan bin Ali, cucu Rasulullah saw. Ia berkonsultasi pada Hasan mengenai pasangan ideal untuk anak putrinya.

“Sudah banyak laki-laki yang datang meminang putriku. Menurut Anda, dengan siapa aku nikahkan putriku itu?” tanya laki-laki itu.

Hasan bin Ali menjawab, “Nikahkanlah dia dengan seorang laki-laki yang bertakwa kepada Allah. Sebab, jika dia mencintai putri Anda, dia akan memuliakannya. Dan jika dia marah atau benci pada putri Anda, dia tidak akan menzaliminya.”

Setelah kriteria itu terpenuhi, kita akan beranjak pada kriteria lanjutannya. Kriteria lanjutan ini, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kriteria khusus. Kriteria suami ideal adalah lemah lembut dan penyayang, kuat dan amanah, mampu memberikan nafkah, bertanggung jawab, dan sepadan. Sedangkan pasangan istri yang ideal adalah sehat rahimnya, mencintai sang suami, masih gadis, cantik, berasal dari keturunan yang mulia, dan selalu menjaga kesuciannya (‘afifah).

Masalahnya, bagaimana cara untuk mendapatkan seluruh kriteria tersebut? Apa bukti kebahagiaan yang dijanjikan jika kriteria-kriteria itu telah terpenuhi? H. Amru Harahap, Lc., M.S.I memiliki jawabannya detail di dalam bukunya, Ikhtiar Cinta, ini. Ia memberikan berbagai kiat dan strategi untuk mendapatkan pasangan ideal yang menjadi impian setiap orang.

Tak hanya itu, buku terbitan QultumMedia ini dilengkapi pula dengan tanya-jawab seputar perjodohan, sehingga Anda bisa langsung mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Sebagai tambahan, penulis juga melengkapinya dengan doa-doa agar pasangan impian segera hadir dalam hidup kita.

 

jodoh dari allah itu yang terbaik

Jodoh dari Allah, Maka Kepada-Nya Kita Memohon

Jodoh dari Allah, bukan dari selain-Nya.

Menentukan pilihan nggak boleh asal-asalan. Dan, untuk mengenali apakah seseorang merupakan jodoh dari Allah atau bukan caranya sederhana, yaitu dengan melihat sejauh mana komitmennya terhadap ajaran Islam.

 

Jodoh dari Allah: Tips Memilih Calon Suami

“Bila seorang laki-laki yang kau ridai agama dan akhlaknya meminang anak perempuanmu, nikahkanlah dia. Apabila engkau tidak menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” (HR. Tirmidzi)

Adalah fitrah seorang muslimah untuk menikah dengan laki-laki yang kaya, memiliki status sosial yang terpandang, berasal dari keluarga yang baik, dan tampan. Itu nggak salah. Tapi, jangan dilupakan, kualitas agamanya harus tetap dinomorsatukan.

Nah, sekarang muncul pertanyaan. Bagaimana sih cara melihat komitmen seorang laki-laki terhadap agamanya? Ada beberapa hal yang harus ada pada laki-laki itu.

  1. Laki-laki itu harus beragama Islam;
  2. Lelaki itu melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok agamanya, yaitu salat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, haji bila mampu;
  3. Berakhlak baik;
  4. Memiliki usaha untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik;
  5. Memiliki semangat untuk mengajak orang lain menuju kebaikan dan mencegah keburukan.

Urusan tampan, status sosial, dan kaya itu nggak harus 100%. Boleh kok diturunkan menjadi 80% atau 70%. Tapi, kalau untuk agama nggak bisa ditawar-tawar. Dia harus Muslim, akhlaknya baik, dan dia melaksanakan ajaran agamanya dengan baik.

 

Jodoh dari Allah: Tips Memilih Calon Istri

“Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, atau agamanya. Pilihlah berdasarkan agamanya agar selamat dirimu.” (HR. Bukhari-Muslim)

Betapa bahagia jika kelak kita memiliki istri saleha yang taat dan selalu mendukung kebaikan suaminya, yang apabila dipandang menyejukkan, bisa menjaga dirinya, dan bisa menjaga keutuhan rumah tangganya.

Biar bisa melihat perempuan yang memiliki potensi agama yang baik, kita bisa memperhatikan dari hal-hal ini dalam dirinya.

  1. Dia harus beragama Islam;
  2. Dia melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok agama: salat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan haji bila mampu;
  3. Dia berakhlak baik;
  4. Dia memiliki kesiapan untuk berubah menjadi lebih baik;
  5. Dia memiliki semangat untuk mengajak orang lain menuju kebaikan dan mencegah keburukan.

Jadi, Teman, pilihlah wanita yang baik agama dan mulia akhlaknya. Bukan hanya demi keberuntungan kita, tapi juga bagi kebaikan anak-anak kita kelak. Abul Aswad Ad-Du’ali berkata kepada putra-putranya, “Anak-anakku, aku telah berbuat baik kepada kalian sejak kalian masih kecil hingga dewasa, bahkan sejak kalian belum lahir.”

“Bagaimana cara ayah berbuat baik kepada kami sebelum kami lahir?”

“Ayah telah memilihkan untuk kalian seorang wanita terbaik di antara sekian banyak wanita, seorang ibu yang pengasih dan pendidik yang baik untuk anak-anaknya.”

Nah, ngomong-ngomong, orang yang sedang kamu ikhtiarkan itu udah memenuhi syarat-syarat di atas belum?

 

*Diambil dari buku Halaqah Cinta: Follow Your Prophet, Find Your True Love karya Arif Rahman Lubis (penggagas @teladanrasul)

**Sumber foto: http://www.pertheventphotography.com.au

keluarga bahagia idaman semua orang

Keluarga Bahagia Itu Seperti Masakan yang Kaya Rasa

Keluarga ibarat masakan.

Masakan akan terlihat kurang menarik kalau cuma satu warna. Keluarga juga demikian.

Keluarga akan makin sempurna dengan karakter suami-istri yang beragam. Dan, justru karena itu pula, suami-istri disebut pasangan. Mereka berpasangan bukan hanya karena perbedaan biologis tapi juga psikologis.

Keluarga: Bagaimana Agar ‘Kaya Rasa’?

Agar sebuah keluarga itu ‘kaya rasa’ namun tetap harmonis, perlu racikan bumbu pengetahuan, pengertian, dan komunikasi. Baik calon suami maupun calon istri perlu tahu karakter masing-masing sebelum mereka sepakat melangkah ke pelaminan. Untuk itu, Islam menganjurkan ta’aruf.

Di samping untuk mengenal, ta’aruf juga perlu dilakukan agar kedua calon benar-benar mengerti hak dan kewajiban masing-masing. Pengetahuan ini penting sekali sebagai rambu-rambu pergaulan dalam menjalani hidup berkeluarga.




Namun demikian, pengetahuan saja ternyata belum cukup. Pengetahuan perlu dihidupkan dengan rasa pengertian, menerima, dan menghormati perbedaan yang ditemui di hampir sepanjang jalan hidup keluarga.

Pengertian membuat seseorang menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya dan pasangannya. Pengertian pula yang akan melahirkan kesabaran dalam melihat kekurangan dan rasa syukur dalam memandang kelebihan.

Pengetahuan dan pengertian dengan sendirinya akan tercermin dalam komunikasi sehari-hari suami-istri. Nah, cara komunikasi inilah yang menentukan seberapa romantis dan tangguh keluarga yang mereka bangun.

Komunikasi yang baik dengan pasangan menandakan pengetahuan dan pengertian yang baik antara keduanya. Sebaliknya, komunikasi yang macet biasanya disebabkan oleh pengetahuan dan pengertian yang minim antara keduanya.

Keluarga Harmonis Hasil Tempaan Kehidupan

Di atas semua itu, keluarga yang harmonis dan kokoh tidak dibangun sekali jadi. Ia dibangun melalui tempaan masalah dan cobaan. Dan, kekuatan terbesar untuk menghadapi tempaan itu adalah niat yang kuat saat akan memasuki gerbang pernikahan dan kesediaan untuk terus belajar dan memperbaiki diri.

Buku Arasy Cinta karya @teladanrasul ini berisi uraian penting baik bagi mereka yang sedang membina keluarga maupun yang masih akan membangun mahligai rumah tangga.

Kalau kamu sudah membaca karya @teladanrasul sebelumnya yang berjudul Halaqah Cinta, buku ini wajib ada dalam daftar belanjaan kamu selanjutnya.