“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 168)
Selain itu, Allah SWT telah melarang semua bentuk dan jenis pendapatan dan harta yang haram dan buruk, baik sumber maupun proses perolehannya. Sebab, semuanya itu merupakan tindakan aniaya terhadap orang lain. Allah SWT berfirman,
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil….” (QS Al-Baqarah [2]: 188)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu….” (QS An-Nisaa’ [4]: 29)
Dan, masih banyak lagi ayat lainnya yang melarang jenis harta haram dan perolehannya dengan jalan yang diharamkan. Pada zaman sekarang, terdapat banyak macam harta yang diperoleh dengan cara yang bathil (haram) dan tidak sesuai dengan syariat, misalnya, harta riba, suap, ghasab, penipuan, jual beli jabatan, uang palsu, judi, pencopetan, pencurian, korupsi, dan perampokan, dan hasil dari jual beli barang yang diharamkan, seperti babi, narkoba, dan minuman keras. Semua jenis harta di atas, tidak wajib dizakati atau tidak tunduk kepada zakat, berdasarkan firman Allah SWT,
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (QS Al-Baqarah [2]: 267)
Dan, hadits Rasulullah saw,
“Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak akan menerima (sesuatu) kecuali yang baik.” (HR Muslim)
Adapun sisi keharaman dan problematikanya dengan zakat secara terperinci dijelaskan sebagai berikut.
1. Harta haram adalah semua harta yang secara hukum syariat dilarang dimiliki atau dimanfaatkan, baik haram karena bendanya mengandung mudarat, najis atau kotoran, seperti bangkai dan minuman keras; atau haram karena faktor luar, seperti adanya kesalahan dalam cara memperolehnya, seperti mengambil sesuatu dari pemiliknya tanpa izin (merampok; mencuri; ghasab; mencopet; korupsi) atau mengambil dari pemilik dengan cara yang tidak dibenarkan hukum, meskipun dengan kerelaan pemiliknya, seperti transaksi riba dan sogok atau suap.
2. Pemegang harta haram yang perolehannya dengan cara yang tidak dibenarkan syariat, tidak dianggap pemilik barang tersebut selama-lamanya. Dia diwajibkan mengembalikannya kepada pemilik aslinya atau kepada ahli warisnya jika diketahui. Jika tidak diketahui lagi, dia diwajibkan membelanjakan harta tersebut kepada kepentingan sosial dengan meniatkan bahwa dermanya tersebut adalah atas nama pemilik aslinya.
Adapun jika ia mendapatkan harta haram itu sebagai upah dari pekerjaan yang diharamkan maka ia harus mendermakannya untuk kepentingan sosial dan tidak boleh dikembalikan kepada orang yang memberinya. Harta haram tidak dikembalikan kepada pemilik semula, selama dia masih tetap melakukan transaksi yang tidak legal tersebut, seperti harta yang diperoleh dari transaksi riba. Akan tetapi, diharuskan mendermakannya kepada kepentingan sosial.
Apabila terdapat kesulitan dalam mengembalikan harta tersebut, pemegangnya diwajibkan mengembalikan nilainya kepada pemiliknya semula jika diketahui, bila tidak, maka nilai tersebut didermakan kepada kepentingan sosial dengan meniatkan derma tersebut atas nama pemilik semula.
3. Harta yang haram karena zatnya sendiri (haram lidzatihi), seperti babi, khamar, narkoba, anjing, darah, dan bangkai tidak wajib dibayar zakatnya, karena menurut hukum syari’at tidak dianggap harta yang berharga.
4. Pemegang harta yang haram karena adanya cara memperolehnya dengan cara yang tidak dibenarkan agama, maka ia tidak wajib membayar zakatnya, karena tidak memenuhi kriteria “dimiliki dengan sempurna” yang merupakan syarat wajib zakat. Apabila sudah kembali kepada pemiliknya semula, yang bersangkutan wajib membayar zakatnya untuk satu tahun yang telah lalu, walaupun hilangnya sudah berlalu beberapa tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat yang lebih kuat (rajih).
5. Pemegang harta haram yang tidak mengembalikannya kepada pemilik aslinya, kemudian membayarkan sejumlah zakat dari harta tersebut, masih tetap berdosa menyimpan dan menggunakan sisa harta tersebut dan tetap diwajibkan mengembalikan keseluruhannya kepada pemiliknya selama diketahui, bila tidak, maka dia diwajibkan mendermakan sisanya. Adapun harta yang dibayarkan itu tidak dinamakan zakat.
* Artikel ini dikutip dari buku “Panduan Pintar Zakat” terbitan QultumMedia. Buku yang ditulis oleh H. Hikmat Kurnia dan A. Hidayat, Lc. ini membahas segala aspek zakat dan metode penghitungannya dalam seluruh model usaha dan pendapatan. Selain itu, dilengkapi pula dengan CD program penghitung zakat sehingga lebih mudah mengalkulasi zakat.
Leave a Comment