Banyaknya pengikut setia Majelis Rasulullah tidak lepas dari keistimewaan yang dimiliki Habib Munzir semasa hidupnya. Beliau membangun majelis ini dengan penuh keikhlasan dan dengan meneladani dakwah Rasulullah saw. Di masa-masa awal berdakwah, beliau memulainya secara door to door. Beliau menempuh perjalanan tengah malam dari Cipanas menuju Jakarta, dan terkadang harus rela tidur di emperan toko karena beliau segan merepotkan murid-muridnya.
Banyaknya pengikut setia Majelis Rasulullah tidak lepas dari keistimewaan yang dimiliki Habib Munzir semasa hidupnya. Beliau membangun majelis ini dengan penuh keikhlasan dan dengan meneladani dakwah Rasulullah saw. Di masa-masa awal berdakwah, beliau memulainya secara door to door. Beliau menempuh perjalanan tengah malam dari Cipanas menuju Jakarta, dan terkadang harus rela tidur di emperan toko karena beliau segan merepotkan murid-muridnya.
Sosok Habib Munzir yang tawadhu, zuhud, dan sifat-sifat mulia yang dimilikinya membuat jamaahnya cepat bertambah. Beliau selalu menggunakan cara yang lembut untuk mengajak mereka ke jalan Allah. Bahkan, dalam suatu kisah diceritakan bahwa beliau tidak segan mencium tangan seorang preman hanya agar preman tersebut memberikan izin kepada beliau untuk membuka majelis ilmu di daerahnya.
Nah, bagaimana kisah hidup Habib Munzir yang penuh keprihatinan sejak beliau masih remaja hingga menjadi ulama besar? Buku “Habib Munzir: Menanam Cinta untuk Para Kekasih Rasulullah” ini punya jawabannya. Buku ini ditulis langsung oleh Muhammad Guntur dan Tim Majelis Rasulullah. Dimulai dengan kisah masa remaja Habib Munzir yang penuh tantangan, kisah haru menuntut ilmu di negeri Yaman, menapaki jalan dakwah yang berliku, prinsip dakwah beliau yang penuh cinta, kisah dakwah beliau hingga ke ujung negeri, kemuliaan dan keistimewaan beliau, hingga beliau wafat di usia 40 tahun sesuai pesan Rasulullah saw di dalam mimpinya.
“Beribadah kepada Allah SWT itu bukan berarti harus duduk berzikir sehari penuh tanpa bekerja dan lain sebagainya, tapi juga mewarnai semua gerak-gerik kita dengan kehidupan yang Nabawi.”
~ Habib Munzir Almusawa ~
Leave a Comment