Mudik dan Perjuangan untuk Mengalahkan Ego Kita

Mudik selalu penuh perjuangan…

Inilah momen bahagia kembali ke rumah untuk saling bermaafan, dan utamanya melepas kerinduan kepada orangtua, sanak saudara, atau sahabat lama. Saking pentingnya, sebagaian besar dari kita bahkan rela untuk bermacet-macet di jalan, mengeluarkan biaya yang tak sedikit, dan menempuh puluhan bahkan ratusan kilometer demi menjumpai mereka yang lama terpisah ruang dan jarak.

Baca juga:
Merayakan Kegagalan
Kegagalan Hari Ini Adalah Pelajaran untuk Kesuksesan Esok Hari

Namun, apakah semua orang merasa lapang dan bahagia saat pulang? Untuk sebagian mereka yang tak punya persoalan di kampung halamannya, pulang tentu saja saat yang dinanti-nantikan. Tapi untuk mereka yang menyimpan persoalan, mudik pasti terasa berat.

Tanpa sadar, kita kerap memendam persoalan dan mengabaikan konflik dengan alasan nanti akan normal dengan sendirinya. Atau, karena kesibukan, kesalahpahaman yang seharusnya bisa segera diluruskan menjadi berlarut-larut karena tumbuhnya beragam prasangka. Padahal, persoalan sekecil apa pun jika kita biarkan akan membebani hati dan pikiran kita.

Mudik Adalah Saat untuk Mendewasa

Momen pulang kampung adalah waktu yang tepat untuk kita menyelesaikan permasalahan dengan orang-orang terdekat. Jarak, waktu, dan kesempatan yang selama ini menjadi aral pertemuan tak lagi masalah. Dengan pulang, kita bisa memulai perdamaian, berbicara dari hati ke hati, dan mencari jalan keluar atas sebuah persoalan. Salah paham antara orangtua dan anak, konflik antara kakak dan adik, atau perselisihan antar teman bisa kita selesaikan.

Mulailah mendengarkan apa yang mereka persoalkan tentang diri kita. Cobalah untuk berlapang dada menerima segala anggapan mereka atas apa yang kita lakukan. Bila perlu, jelaskan alasan mengapa kita bersikap demikian dan betapa inginnya kita menyelesaikan kerenggangan hubungan ini. Ingat-ingatlah betapa banyak kenangan indah dan bahagia yang tercipta di sana, di rumah kita, kampung halaman tercinta.

Pulang dan saling bermaafan merupakan tradisi kebaikan. Memang, tidak harus menunggu momen pulang kampung untuk memperbaiki konflik dan menyambung silaturahmi. Tapi, Hari Raya seperti mempertemukan formula keduanya dalam suasana yang spesial.

Kembali pulang setelah lama berjuang di perantauan dan membuka hati untuk bermaaf-maafan demi mencapai hati yang suci. Saat “keduanya” bertemu dalam suasana yang spesial, rasanya mudah bagi kita melapangkan hati dan mengikhlaskan maaf kepada orang lain, apalagi kepada orang-orang terdekat.

Pulanglah untuk menemui mereka yang namanya sering kita sebut dalam doa-doa panjang. Pulanglah untuk merekatkan bakti dan kasih sayang kita kepada mereka yang mencintai tanpa syarat. Pulanglah untuk membersihkan debu-debu prasangka dalam hati kita. Pulanglah…

 

Regards,

Tri Prihantini (editor QultumMedia)

Admin Qultum:
Related Post
Leave a Comment