Baper atau Rasional: Mana yang Sebaiknya Dipilih?

Baper atau “bawa perasaan” tak melulu karena perkataan orang lain yang tak sopan tapi juga telinga dan hati kita yang terlalu sensitif.

Suatu waktu, dua orang sahabat saling bertanya tentang diri mereka. Salah seorang dari keduanya mengatakan bahwa temannya itu adalah orang yang rasional.

“Maksudnya?” tanya sang teman.

“Maksudnya, meski kau tak selalu ada di sampingku, aku selalu bisa mendapatkan saran yang logis setiap kali kita membincangkan sesuatu.”

Baca juga:
Jangan Lelah Berdoa!
Mudik dan Perjuangan untuk Mengalahkan Ego Kita

Cuplikan dialog dua sahabat tersebut, kalau kita perhatikan, memberikan informasi yang menarik bagi kita. Selama ini tanpa kita sadari, kita kerap baper atau “bawa perasaan” saat menjalin pertemanan.

“Kalau nggak baper berarti nggak solid pertemanannya.”
“Kalau nggak pakai hati berarti palsu persahabatannya.”

Begitu alasan yang disampaikan oleh beberapa teman yang merasa tertuding.

Namun, benarkah demikian? Bukankah baper juga bisa tidak baik untuk sebuah hubungan? Terlalu jauh melibatkan perasaan dalam banyak kesempatan hanya akan membuat kita terlalu cepat menilai, mudah tersinggung, atau gampang terbawa emosi.

Baper Terus, Mau Sampai Kapan?

Dalam menjalin hubungan, apa pun bentuknya, kita perlu mengedepankan rasionalitas. Tak apa jika jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Tak masalah kalau kita kerap berbeda pendapat. Dan, tak usah marah apabila teman kita menertawakan satu-dua keapesan yang kita alami.

Sepanjang semua masih dalam taraf wajar, menggunakan akal sehat kita dalam berteman pasti lebih menenangkan ketimbang baper sepanjang waktu.

Berinteraksi dengan orang lain tak melulu mendengar kalimat-kalimat pujian dari mereka. Sesekali kita akan mendengar berita yang tak baik, opini mereka tentang kita, mungkin juga kritikan terhadap kita. Semua itu wajar, sebab kita sadari atau tidak, kita pun melakukan hal-hal itu pada orang lain.

Ada saatnya kita berlapang dada dengan kata-kata yang tak menyenangkan hati kita; bagaimanapun dunia dan segala isinya tak selalu menyenangkan hati kita. Tak selalu sesuai dengan harapan kita. Kalau kita mengharapkan sebuah dunia yang selalu sesuai dengan keinginan kita maka kita sebenarnya sedang memimpikan sebuah kehidupan yang tak pernah ada.

Dan, tentu saja, itu tidak baik.

Mengapa? Sebab itu artinya kita tak siap menghadapi kenyataan hidup. Kita tak siap menaklukkan dunia, sebab munculnya harapan seperti itu adalah indikasi kita enggan berjuang. Mungkin juga pertanda kita tak punya semangat hidup bahkan tidak adanya kedewasaan dalam diri kita.

So, mari mengubah cara pandang kita bahwa nggak baper bukan berarti nggak saling terkoneksi, nggak saling care. Menjalin persahabatan yang rasional tentu lebih menyehatkan emosi kita.

 

Regard,

Tri Prihantini (Editor Qultummedia)

Admin Qultum:
Related Post
Leave a Comment