Pertemuan bisa mengubah sudut pandang kita. Dari pertemuan pula bisa tumbuh rasa suka. Tak jarang cinta bersemi karena sebuah pertemuan, meski hanya sesaat.
***
Sering kita mendengar orang-orang yang memutuskan hidup bersama pasangannya karena cinta. Mereka bilang, cinta adalah segalanya. Cinta dapat membangkitkan semangat hidup, juga mempermudah mereka meraih mimpi.
Tapi, seperti banyak hal lain dalam hidup, rasa yang mereka agung-agungkan itu lambat laun memudar.
Pelan tapi pasti, kata-kata manis yang mengiringi keseharian mereka memudar. Bahkan lebih tak terduga lagi, ada saat-saat mereka lupa pernah saling mencintai.
Pengorbanan yang pernah mereka lakukan tinggal kenangan. Sebab sebagian orang berpaling pada sosok yang baru. Sebagian yang lain menghabiskan waktunya untuk kebahagiaan dirinya sendiri.
Mengapa Cinta Bisa Tumbuh?
Pernahkah kita bertanya, apa alasan cinta tumbuh dan bersemi?
Sementara orang berkata kalau paras adalah jawabannya. Pandangan membuka hati untuk menumbuhkan rasa. Nyatanya, kecantikan atau ketampanan tidak bertahan selamanya. Artinya, apakah cinta itu harus layu dan mengering tatkala kecantikan atau ketampanan memudar?
Mereka yang tak sependapat berkata bahwa itu disebabkan oleh sifat baik. Benarkah? Seperti banyak hal lain yang sifatnya sementara, bukankah sifat juga bisa berubah? Karena trauma, misalnya, atau lingkungan yang baru. Lagipula, semakin kita mengenal seseorang, kita akan tahu baik dan buruk di balik perangainya.
Sering kita melihat cinta tak dapat disatukan, bukan karena sifat pasangan yang buruk tapi kebutuhan ekonomi yang tak memadai. Apa artinya harta memang jawaban teka-teki ini? Lagi dan lagi, kekayaan pun dapat habis, bukan? Lagipula, kalau cinta hanya muncul karena harta, bagaimana nasib orang yang papa?
Cinta lebih dari itu semua. Ada sesuatu yang lebih masuk akal sebagai alasan berseminya cinta.
Cinta Meniscayakan Pertemuan?
Teman-teman, pernah disukai atau dicintai seseorang? Bagaimana rasanya?
Seperti orang lain pada umumnya, ketika dicintai seseorang, kita akan mencari tahu segala hal tentang orang tersebut. Kita mungkin juga akan bertanya-tanya alasan orang tersebut mencintai kita.
Bagi kita, tak ada cinta tanpa ada pertemuan.
Meski begitu, cinta yang tanpa pertemuan itu, yang seakan “tak beralasan” itu, pernah ada. Bersemi di hati seseorang yang bukan hanya jauh tempatnya tapi juga jauh masa hidupnya dengan kita.
Ia sangat mencintai kita. Dan seperti lazimnya seorang pencinta, sepanjang hidupnya ia selalu memikirkan kita.
Baginya, cinta tak mengenal batas: Tak ada tempat yang cukup jauh dan masa yang terlalu lama untuk memisahkan. Baginya, mengasihi tak harus bertemu. Itu sebabnya, di pengujung usianya pun ia memohonkan ampunan untuk kita.
Ia adalah Muhammad. Seseorang yang terhimpun di dalam dirinya segala kebaikan. Sosok yang tak pantas diragukan lagi kemuliaan akhlaknya. Sosok yang cintanya pada kita sangat sempurna.
Kasih sayang yang tumbuh di hatinya begitu mendalam, sehingga tak ada satu pun yang bisa menghalangi cintanya. Termasuk jarak dan waktu.
Ia adalah sebaik-baik teladan. Bukan akhlaknya saja yang mulia, cintanya pun menjadi pelajaran bagi kita. Dalam mengasihi seseorang melebihi dirinya sendiri.
Semua pengorbanan telah ia lakukan. Dengan itu ia membuktikan pada kita, siapa sosok yang sempurna dalam menebarkan cinta.
***
Buku ini adalah salah satu karya terbaru Arif Rahman Lubis yang juga merekam keteladanan Rasulullah itu. Di dalamnya kita akan menemukan mutiara tak ternilai tentang keindahan akhlaknya –yang dikagumi bukan hanya oleh pengikutnya yang setia tapi juga musuh-musuhnya yang kejam, dan bagaimana kita, sebagai generasi muda, mencontoh tindak-langkah Sang Utusan.
Buku Teladan Rasul sudah dirilis Maret ini. Pembaca sudah bisa mendapatkannya di toko buku, online dan offline, di seluruh Indonesia. Komunikasi seputar buku ini juga bisa dilakukan dengan penulisnya melalui Instagram @arifrahman.lubis atau Twitter @arifrahmanlubis.
*Sumber foto: pixabay.com
Leave a Comment