Jual Beli - Qultum Media
Qultummedia adalah penerbit buku islami
Qultummedia, qultum, novel islami, ibadah, buku, motivasi, pengembangan diri,
24146
post-template-default,single,single-post,postid-24146,single-format-standard,theme-stockholm,woocommerce-no-js,ajax_fade,page_not_loaded,,select-child-theme-ver-1.0.0,select-theme-ver-4.2,menu-animation-line-through,wpb-js-composer js-comp-ver-7.4,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-30952

Jual Beli

Apakah Bay’ Itu?

 Tak diragukan lagi bahwa jenis hubungan kontraktual yang paling penting adalah bay’ atau jual beli.  Literatur-literatur fiqih klasik umumnya memulai pembahasannya tentang transaksi dengan bab jual beli.  Jenis kontrak ini sangat menentukan aturan bentuk-bentuk kontrak yang lainnya.
  Kata bay’ secara bahasa memiliki dua arti yang berlawanan, yaitu “menjual” atau “membeli”. Jadi, bay’ adalah “menukar hak milik dengan hak milik”. Makna ini digunakan oleh para ahli hukum untuk mendefinisikan bay’, namun mereka menambahkan kalimat “dengan  syarat tertentu”. Majalah al-Ahkam  mendefinisikan bay’ sebagai “menukar hak milik dengan hak milik” yang ditambah syarat tertentu misalnya “dengan melalui kesepakatan bersama”, “dengan cara-cara yang khusus”, atau “untuk mengalihkan kepemilikan atau mengambil kepemilikan.”  Mazhab Maliki mengartikan bay’ sebagai “pengalihan hak milik untuk sebuah pertimbangan.”  Sedangkan al-Baidhawi (w. 615H) dari mazhab Syafi’i mendefinisikan

kata ini sebagai “pengalihan hak milik  atau manfaat suatu harta benda dengan kompensasi berupa uang dimana pengalihan ini berlaku selamanya.”
Jadi, jual beli dalam pengertian umum adalah pengalihan obyek tertentu yang bernilai legal melalui pertukaran yang setara.  Atau menurut mazhab Syafi’i, pengalihan penggunaan hak milik yang berlaku selamanya melalui pertukaran dengan harga tertentu.  Sedangkan jual beli dalam pengertian khusus adalah pengalihan obyek tertentu yang terlihat (atau diketahui) oleh penjual dan pembeli dengan kompensasi uang yang setara.  Ini berarti bahwa bentuk ideal transaksi jual beli adalah pengalihan kepemilikan suatu harta benda yang ada dan tertentu, tanpa syarat dan segera, dalam harga yang tetap.
 Menurut Majalah al-Ahkam , jual beli dibagi menjadi empat jenis yaitu bay’ muthlaq, sharf, muqayadhah dan salam.  Bay’ muthlaq adalah jual beli  hak milik kepada orang lain dengan harga yang setara.  Sharf adalah membuat pengalihan uang dengan uang. Muqayadhah adalah menukar hak milik dengan hak milik dimana kedua pihak tidak mengeluarkan uang sama sekali.  Salam adalah menjual suatu barang dimana pembayarannya dilakukan sekarang tetapi barangnya diantarkan di waktu akan datang.  Di luar  empat jenis ini,  beberapa ahli fiqih juga menetapkan jenis jual beli yang lain.  Contohnya, murabahah atau menjual kembali suatu barang dengan mengambil keuntungan yang disepakati (cost-plus-profit-contract), tawliyah atau menjual kembali suatu barang dengan harga yang tetap  (non profit contract) dan wadhi’ah atau  menjual kembali suatu barang dengan harga diskon (cost-minus-profit-contract).  Dalam tiga jenis jual beli ini, pembeli membayar harga pokok di awal transaksi dan penjual berkewajiban untuk mengungkapkan semua keadaan  yang mungkin mempengaruhi harga barang tersebut, misalnya jika harga dibayar dengan cara angsuran atau kredit.  Jenis-jenis ini adalah bentuk jual beli yang sah. 
 Para ahli fiqih juga menetapkan jenis-jenis jual beli yang tidak sah.  Beberapa diantaranya adalah  bay’ al-ma’dum atau jual beli suatu barang yang tidak ada; bay’ al-madhamin wa al-malaqih atau jual beli apapun yang dihasilkan tulang belakang hewan jantan atau jual beli hewan yang masih dalam kandungan induknya; bay’ ma’juz al-taslim atau jual beli barang yang mustahil pengantarannya, misalnya jual beli burung yang sedang terbang di angkasa atau ikan yang masih ada di laut;  bay’ al-gharar atau jual beli barang yang tak pasti, contohnya jual beli burung yang sedang terbang di angkasa atau ikan yang masih ada di laut; bay’ al-najs wa al-mutanajjis atau jual beli barang yang tak suci seperti minuman keras dan daging babi; bay al-‘arabun atau pembayaran menurun; bay’ al-ma’ atau jual beli air; dan bay’ al-majhul atau jual beli barang yang tidak diketahui.

Bagaimana Bay’ Dilegalkan?

Jual beli dilegalkan oleh al-Qur’an, sunnah dan ijma (konsensus para ulama).  Dalam al-Qur’an dinyatakan, “Allah membolehkan jual beli dan melarang riba.”  (QS 2:275) Dalam surat  al-Baqarah 282 juga dinyatakan, “Kecuali jika transaksi itu jual beli tunai  yang kamu jalankan diantara kamu, tidak ada dosa bagimu jika kamu tidak menuliskannya. Dan persaksikanlah jika kamu mengadakan jual beli,” dan dalam surat  al-Nisa 29 dinyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling  memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan jual beli yang  berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
       Banyak hadits yang juga melegalkan jual beli, misalnya, “Tak seorang pun pernah memakan makanan yang baik kecuali yang dihasilkannya dari pekerjaan dengan tangannya sendiri.”  Hadits lain menyatakan, “Wahai para pedagang, sumpah dan ucapan yang tak bermanfaat hampir selalu terjadi dalam perniagaan, maka campurlah ia dengan sedekah.”  Dalam kesempatan lainnya Nabi bersabda, “Para pedagang akan diperlakukan sebagai pelaku kejahatan di hari kiamat, kecuali mereka  yang jujur dan berkata benar.”  Nabi juga bersabda, “Para pedagang yang berbicara benar dan jujur akan ditempatkan bersama para nabi, orang-orang yang ikhlas dan syuhada.”
 Mengenai ijma ulama dalam hal legalitas jual beli, Ibn Qudama (w. 620H) menyatakan, “Para ahli fiqih bersepakat secara bulat bahwa jual beli diperbolehkan.”

Mengapa Bay’ Dilegalkan?

 Islam memperkenankan jual beli dan telah menetapkan berbagai aturan dan persyaratannya.  Kebolehan jual beli ini merupakan kebaikan bagi manusia, dimana dengannya mereka dapat membangun kerjasama untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka.  Melalui jual beli, manusia dapat memenuhi kebutuhannya yang tergantung kepada hak milik orang lain. Namun orang lain  tidak akan menyerahkan hak miliknya jika ia tidak diberi kompensasi.  Dengan demikian, jual beli adalah suatu cara agar masing-masing dari mereka dapat memperoleh kebutuhannya.
 Jual beli dibolehkan agar manusia dapat mempertahankan hidupnya.  Allah menciptakan kehidupan dengan sistem dan pengendalian yang terbaik, namun keduanya tidak akan eksis jika tidak ada kegiatan jual beli.  Seseorang tidak akan mampu memenuhi kebutuhannya hanya dengan usahanya sendiri.  Misalnya, jika ia menggarap lahan dan kemudian menanam padi, lalu ia merawat, menjaga, memanen, mengeringkan, membersihkan, dan menggilingnya sendirian, maka ia tak akan punya waktu untuk membuat  bajak, mesin penggiling, karung beras dan berbagai peralatan lain yang dibutuhkannya.  Sedangkan ia pun harus memenuhi kebutuhan makan dan pakaiannya, dan ia akan lebih tidak punya waktu lagi untuk membuat keduanya.  Oleh sebab itu ia perlu melakukan jual beli.  Jika jual beli dilarang, ia akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan cara memaksa atau mengemis. Atau mungkin pula ia akan merampas dan memerangi orang lain untuk mendapatkannya.  Jika demikian maka perdamaian akan hancur.
 Dibolehkannya jual beli menghasilkan pertukaraan manfaat dan saling kerjasama diantara anggota masyarakat.  Melalui jual beli, manusia dapat  mengorganisasikan jalan hidupnya dan bahkan akan mencapai makna hidup yang sejati.   Mungkin salah seorang dari mereka akan menanami bumi dengan kekuatan dan pengetahuan bercocok tanam yang dianugerahkan Allah kepadanya.  Kemudian ia menjual hasil panennya kepada seseorang  yang tidak mampu bercocok tanam tetapi sanggup membayarnya. Ia lalu menggunakan uangnya untuk membeli pakaian atau makanan. Mungkin pula seseorang memperoleh suatu barang dari tempat yang jauh dimana tidak semua orang sanggup pergi ke tempat itu.  Ia kemudian menjual barang tersebut kepada yang membutuhkannya.  Yang lain mungkin membuat barang-barang keperluan sehari-hari, membangun pabrik, atau melakukan pekerjaan lainnya.  Mereka semua butuh jual beli. 
 Banyak transaksi bisnis gagal karena tidak terpenuhinya syarat-syarat legal yang telah ditetapkan Tuhan, padahal syarat-syarat tersebut akan menjamin kemanjuran transaksi mereka.  Untuk melindungi orang yang lemah, misalnya, Islam memperkenankan bentuk jual beli yang disebut murabahah (cost plus profit contract). Jual beli ini dibolehkan karena manusia memang membutuhkannya.  Orang yang bodoh membutuhkan orang lain jika akan berdagang.   Ia akan menerima sejumlah uang tertentu  hasil penjualan barang dagangannya dari orang tersebut, setelah orang itu menaikkan harganya dari semula supaya ia sendiri mendapat keuntungan.  Dengan kata lain,  murabahah dilegalkan karena ia mempermudah  orang untuk mencari mata pencaharian. 
 Sedangkan salam dilegalkan karena ia bermanfaat bagi masyarakat.  Melalui salam, seorang pedagang dapat meringankan kesulitan hidupnya dan mendapatkan kebutuhan masa kininya. Salam memungkinkan ia untuk memperoleh pinjaman meskipun ia tidak memiliki barang apapun yang dapat dijualnya saat ini, namun ia akan memperoleh barang tersebut dan mengantarkannya di waktu yang akan datang. Di sisi lain, pembeli (orang yang meminjamkan uang) juga akan untung karena dapat memperoleh barang dengan harga di bawah harga pasar.

No Comments

Post a Comment