Shalat Mengusir Kegelisahan
Diceritakan bahwa seorang laki-laki berjalan pada malam hari. Ia melihat bahwa tentara-tentara sedang memeriksa jalan-jalan. Kemudian ia berkata kepada dirinya sendiri, “Mungkin mereka akan menganiayaku dengan menanyakan kepadaku: Dari manakah kamu? Hendak ke manakah kamu? Karena itu, aku harus lari dari mereka dan bersembunyi di suatu tempat. Lalu orang tersebut benar-benar lari dan bersembunyi di sebuah bangunan yang sudah roboh. Kemudian para tentara itu mendobrak tempat tersebut dan mereka menemukan seseorang yang terbunuh di situ. Lalu mereka mengajukan laki-laki tersebut ke depan hakim. Semua bukti mengisyaratkan bahwa dialah pembunuhnya. Lantas, apa yang dilakukan oleh laki-laki tersebut? Ia meminta kepada hakim untuk diberi kesempatan mengambil wudhu dan shalat dua rakaat kepada Allah. Hakim mengabulkan permintaannya dan menangguhkan sidang. Kemudian laki-laki tersebut bershalat dan berdoa kepada Allah dengan doa: “Ya Allah! Sesungguhnya Engkau tahu bahwa tiada saksi untukku atas ketidak-bersalahanku kecuali Engkau, dan Engkau memerintahkan kepada kami agar kami tidak merahasiakan kesaksian, maka aku memohon kepada-Mu pada Zat-Mu.
Laki-laki tersebut yakin bahwa Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman agar tidak merahasiakan kesaksian. Oleh karena itu, ia memohon kepada Tuhannya Yang Mahabenar agar memperlihatkan ketidak-bersalahannya.
Seketika itu, tiba-tiba seorang laki-laki masuk ke hadapan hakim seraya berkata, “Akulah pembunuhnya.
Hakim terkejut dan menanyakan kepada laki-laki yang baru datang ini mengapa dia mengaku bahwa dialah pembunuhnya. “Kenapa kamu mengakui kamulah pembunuhnya, padahal tidak seorang pun melihat kamu membunuhnya?
Sang pembunuh menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengakui. Namun, ada suara tanpa rupa yang menggerakkan lisanku untuk mengatakan apa yang aku katakan tadi. Sang pembunuh mengaku bahwa suara tanpa rupalah yang menggerakkan pikiran dan jiwanya, sehingga ia berjalan menghadap hakim untuk mengakui bahwa dia-lah pembunuhnya.
Selanjutnya, wali orang yang terbunuh dan pemilik hak diyat [denda ganti rugi], yaitu anak orang yang terbunuh, berkata, “Ya Allah! Aku bersaksi kepada-Mu bahwa sesungguhnya aku membebaskan orang yang membunuh bapakku itu dari diyatnya.
Cerita di atas menunjukkan mutlaknya kekuasaan Allah. Orang yang terzhalimi (teraniaya) itu bebas karena ia bershalat dua rakaat kepada Sang Pencipta sebagaimana yang diajarkan Rasulullah kepada kita.
Rasulullah pun bershalat setiap kali tertimpa persoalan.
Ketika manusia bersimpuh di hadapan Tuhannya dan bermunajat kepada-Nya, maka Dia-lah, Allah Yang Mahakuasa, satu-satunya yang dapat memberikan jalan keluar baginya. Ini karena sesungguhnya kita semua berada dalam genggaman-Nya (kekuasaanNya); kita berbuat sekehendak-Nya; kapan pun, tiada yang dapat menolak keputusan-Nya dan tiada yang dapat membantah hukum-Nya.
Kita harus meyakini itu semua, memurnikan niat dalam memohon, dan memperbanyak bersimpuh di hadapan-Nya. Di sini, shalat mempunyai peran besar. Inilah rukun Islam satu-satunya yang difardhukan dengan perintah langsung dari Allah kepada Rasul-Nya pada malam Isra Miraj.
Imam Al-Qushari berkata, “Shalat merupakan rukun Islam terbesar setelah kesaksian (syahadat) kepada Allah dan Rasul-Nya.
Diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah bersabda, “Ikatan janji antara aku dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia sungguh kafir.
No Comments