Zakat Emas, Perak, dan Uang
Nishab emas adalah sebesar 20 dinar emas. Satu dinar berat adalah 4,25 gram emas. Jadi, nishabnya adalah seberat 85 gram emas. Dalilnya adalah riwayat dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Apabila kamu memiliki 200 dirham yang telah mencapai masa haul, zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah 5 dirham. Kamu tidak berkewajiban apapun dalam emas, kecuali kamu mempunyai 20 dinar. Apabila kamu mempunyai 20 dinar yang telah mencapai haul, zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah 0,5 dinar (HR Abu Daud dan Baihaqi). Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudry, yakni, Kurma yang kurang dari 5 watsaq tidak ada kewajiban sedekah (zakat). Wariq (perak) yang kurang dari 5 uqiyah, tidak ada kewajiban sedekah (zakat). Begitupula unta yang kurang dari 5 dzawd tidak ada kewajiban sedekah (zakat) (HR Bukhari dan Muslim). Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :"Tidak ada seorangpun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari kiamat dijadikan hartanya itu beberapa keping api neraka. Setelah dipanaskan, digosoklah lambungnya, dahinya, belakangnya dengan kepingan itu; setiap-setiap dingin, dipanaskan kembali pada suatu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Allah menyelesaikan urusan hambaNya. "
Berdasarkan hadist-hadist diatas, maka nisab zakat emas adalah 20 misqal atau 20 dinar, sedangkan nisab perak adalah 200 dirham. Banyak perbedaan pendapat tentang 20 misqal tersebut setara dengan berapa gram emas, ada ulama yang menyatakan 96 gram emas, 93, 91, 85 bahkan ada yang 70 gram emas. Menurut Yusuf al Qardhawi, yang sekarang banyak dianut oleh masyarakat, 20 misqal adalah sama dengan 85 gram emas. Dua ratus dirham perak sama dengan 595 gram perak. Syarat wajib zakatnya adalah telah mencapai nisab dan haulnya.
Para ulama sepakat bahwa jika emas kurang dari 20 mitsqal dan tidak mencapai 200 dirham, zakatnya tidak wajib dikeluarkan karena emas tersebut tidak mencapai nisab. Emas sejumlah ini tidak bisa dihargai atau disetarakan dengan perak. Jika emas itu melebihi 200 dirham perak, maka kisaran zakatnya tetap 2,5 %. Ini sesuai dengan sabda nabi,Berikanlah seperempatpuluh dari setiap 40 dirham, zakatnya 1 dirham. Kalian tidak berkewajiban apapun sampai kalian memiliki 200 dirham. Dengan demikian, ketika perak telah mencapai 200 dirham, maka kewajiban zakatnya sebanyak 5 dirham. Jika jumlah perak lebih dari itu, dihitung dengan kadar tersebut (yakni 2,5%) (HR al-Daruqutni).
Adapun perak, maka nisabnya adalah sebesar 200 dirham. Satu dirhamnya beratnya adalah 2,5 gram perak. Jadi, nisabnya adalah seberat 500 gram perak. Dalilnya adalah riwayat dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "… Maka keluarkanlah zakat perak, yaitu dari setiap empat puluh dirham sebesar satu dirham, tetapi tidak wajib kalau jumlahnya baru seratus sembilan puluh sembilan dirham. Jika telah cukup dua ratus dirham, barulah kamu harus keluarkan zakatnya sebanyak lima dirham." (HR Ashabus Sunan). Jadi, yang wajib dikeluarkan adalah seperempat puluh dari jumlah emas yang telah mencapai atau melebihi nisab.
Jumhur ulama membolehkan penggabungan emas dan perak untuk menggenapkan jumlah nisab. Dengan demikian, emas bisa digabungkna dengan perak , begitu pula sebaliknya. Atas dasar ini, orang yang memiliki 100 dirham perak dan 5 mitsqal emas yang harganya sama dengan 100 dirham, wajib mengeluarkan zakatnya karena keduanya sama satu jenis. Disamping itu, penentuan pengeluaran nisab zakat emas dan perak disesuaikan dengan masanya, sesuai dengan daya jual yang dimiliki oleh mata uang yang berlaku.
Bagaimana jika terjadi campuran harta emas dengan perak atau perak dengan perunggu ? Para ulama fikih sepakat bahwa tidak ada kewajiban zakat dalam harta campuran sebelum barang yang murni mencapai nisab yang penuh, Dengan demikian, siapapun yang memiliki emas atau perak yang tercampur dengan barang lain, maka dia tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Ia hanya wajib mengeluarkan zakat ketika emas dan peraknya telah mencapai nisab.
Zakat Perhiasan
Ketika emas dan perak menjadi perhiasan yang dipakai, maka hukum mengeluarkan zakatnya menjadi pembahasan yang hangat diantara para ahli fikih. Dalam perhiasan, masalah zakat ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan. Yang disepakati adalah bahwa tidak wajib zakat pada perhiasan yang berupa intan, berlian, mutiara, yaqut, dan batu-batu permata lainnya. Adapun yang mereka perselisihkan adalah perihal wajib tidaknya zakat perhiasan dari emas dan perak.
Perbedaan pendapat ini terbagi kepada dua. Pertama, pendapat yang memandang wajibnya zakat perhiasan dari emas dan perak. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah r.h., Ibnu Hazm, dan lain-lain yang sependapat dengan mereka. Dalil yang mereka gunakan adalah sebagai berikut.
1. Keumuman firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 34 yang artinya, "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih."
2. Keumuman sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya, "Dalam perak ada zakat sebanyak seperempat dari sepersepuluhnya (seperempat puluh)." (HR Bukhari).
3. Sabda Nabi saw. yang artinya, "Tiada pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan kewajiban zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disetrikakan padanya lempeng-lempeng dari api neraka." (HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).
4. Dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, suatu ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang kepadaku dan melihat di tanganku ada cincin-cincin perak, lalu beliau bertanya kepadaku: "Apa ini hai A’isyah?" saya jawab, "Saya membuatnya agar aku berhias dengannya untukmu, wahai Rasulullah." Beliau bertanya: "Apakah engkau keluarkan zakatnya?" aku jawab, "Tidak." "Maa syaa Allah!" beliau berkata: "Itu sudah cukup memasukkanmu ke neraka." (HR Abu Daud, Daruquthni, dan Baihaqi, disahihkan oleh Albani).
5. Dari segi dalil aqly , mereka memandang bahwa perhiasan emas dan perak sama dengan dinar dan dirham yang diwajibkan zakatnya.
Kedua, pendapat para imam yang tiga (Malik, Syafi’i, dan Ahmad) serta yang sepakat dengan mereka, bahwa tidak wajib zakat pada perhiasan. Dalil mereka adalah sebagai berikut.
1. Riwayat Jabir Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Tidaklah wajib zakat pada perhiasan." Imam Baihaqi berkata, "Ini sebenarnya diriwayatkan dari ucapan Jabir." (Nashbur Rayah 2/374).
2. Berdasarkan salah satu dalil ushul fikih tentang bara’ah ashliyyah, yaitu bahwa segala sesuatu tidak ada kewajiban sampai adanya nash atau perintah dari syara yang sahih. Disamping itu, zakat hanya diwajibkan pada harta yang hidup dan menghidupkan, sedangkan perhiasan tidaklah demikian, karena dipakai untuk dinikmati.
4. Banyak atsar dari para sahabat yang menyebutkan tidak adanya zakat perhiasan, di antaranya dari Qasim bin Muhammad bahwa Aisyah Radhiyallaahu ‘anha, istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, menjadi wali atas putri-putri saudaranya yang sudah yatim dalam asuhannya, mereka memiliki perhiasan dan ia tidak mengeluarkan zakatnya. (Muwaththa’ Imam Malik 1/201, No. 586). Dan, masih banyak lagi atsar yang menyatakan tidak adanya zakat pada perhiasan.
Yusuf al-Qaradhawi menguatkan pendapat yang tidak mewajibkan zakat pada perhiasan, sebagaimana tidak wajibnya zakat pada ternak yang digunakan untuk bekerja. Inilah pendapat jumhur yang bisa dijadikan patokan hukum.
Namun, berkaitan dengan atsar di atas, Imam Malik Rahimahullah mengatakan, "Barangsiapa yang memiliki emas atau perhiasan emas dan perak yang tidak dipakai maka setiap berlalu satu tahun (tahun hijriyyah), ia wajib mengeluarkan zakatnya seperempat puluhnya, kecuali jika tidak sampai dua puluh dinar atau dua ratus dirham (nishab). Sayyid Sabiq mengutip perkataan Al-Khaththabi, "… dan langkah yang lebih aman adalah mengeluarkan zakatnya.
Perlu diperhatikan di sini bahwa perbedaan pendapat ini adalah pada perhiasan yang halal dipakai dan tidak melewati batas kewajaran. Adapun perhiasan yang disimpan dan tidak dipergunakan, seperti perhiasan-perhiasan yang dijadikan koleksi dan pajangan, maka wajib mengeluarkan zakatnya.
Para ulama telah sepakat wajibnya zakat atas perhiasan yang haram dipakai seperti perhiasan yang dipakai laki-laki, atau bejana emas dan perak yang dijadikan tempat makan dan minum. Sedangkan terhadap perhiasan yang dipakai oleh kaum perempuan, jumhur ulama sepakat akan tidak wajibnya zakat bagi perhiasan selain emas dan perak yang dipakai perempuan seperti intan, mutiara dan permata. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah bahwa benda-benda tersebut tidak berkembang, tetapi sekedar kesenangan dan perhiasan bagi kaum perempuan yang diizinkan Allah sebagaimana tersebut dalam QS An Nahl : 14.
Perhiasan emas yang haram dipakai tetapi dimiliki oleh kaum lelaki harus dikeluarkan zakatnya, seperti gelang dan jam tangan. Begitu juga wanita yang memakai perhiasan kaum lelaki harus membayarkan zakatnya karena haram bagi dirinya. Adapun cincin perak tidak dikenakan kewajiban zakat karena halal dipakai kaum lelaki.
Singkatnya, pendapat yang paling kuat adalah bahwa seluruh perhiasan emas dan perak yang haram dipakai, wajib dizakati bila telah mencapai nisab dengan sendirinya.
Dengan demikian, maka ada dua jenis emas yang akan menentukan perbedaan perlu atau tidaknya dibayarkan zakatnya.
a. Emas yang tidak terpakai
Yang termasuk dalam kategori ini adalah emas yang tidak digunakan sehari-hari baik sebagai perhiasan atau keperluan lain (disimpan).
Contoh perhitungan zakatnya sebagai berikut: Khadijah memiliki 100 gram emas tak terpakai, setelah genap satu tahun maka ia wajib membayar zakat setara dengan 100 X 2,5 % = 2,5 gram emas. Jika harga emas saat itu adalah Rp 100.000 maka ia dapat membayar dengan uang sebanyak 2,5 X 100.000 = Rp 25.000.
b. Sebagian emas terpakai
Emas yang dipakai adalah dimaksudkan dalam kondisi wajar dan jumlah tidak berlebihan. Atas bagian yang terpakai tersebut, tidak diwajibkan membayar zakat.
Contoh perhitungan zakatnya sebagai berikut: Seorang wanita mempunyai emas 120 gr, dipakai dalam aktivitas sehari-hari sebanyak 15 gr. Maka zakat emas yang wajib dikeluarkan oleh wanita tersebut adalah 120 gr – 15 gr = 105 gr. Bila harga emas Rp 70.000,- maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar: 105 x 70.000 x 2,5 % = 183.750
No Comments