pray, Author at Qultum Media
Qultummedia adalah penerbit buku islami
Qultummedia, qultum, novel islami, ibadah, buku, motivasi, pengembangan diri,
5
archive,author,author-pray,author-5,theme-stockholm,woocommerce-no-js,ajax_fade,page_not_loaded,,select-child-theme-ver-1.0.0,select-theme-ver-4.2,menu-animation-line-through,wpb-js-composer js-comp-ver-7.4,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-30952

Profil Penulis Dedy Chandra H

Dedy Chandra Haludin lahir di Kendari, menyelesaikan pendidikan tinggi di Bandung. Mengawali karier menulisnya dengan rutin mem-post di akun Instagram @tersenyumlah.semesta. Setelah Dia Pergi, sebuah buku pengembangan diri dengan nilai-nilai keislaman, adalah karya pertamanya.

Cinta Lebih Membutuhkan Keikhlasan Dibanding Pengorbanan

Cinta lebih membutuhkan keikhlasan dibanding pengorbanan, apalagi hanya sebatang cokelat atau sebaris puisi.

Waaaah, bicara ini lagi. Gak ada tema lain apa ya?

Hihi, jangan salah, sebab yang ini beda…

Baca juga:
Meraih Cinta Bahagia dengan Doa & Zikir
Hidup Bahagia Bersama Cinta Abadi

Jadi, begini. Mungkin sebagian dari kita memahami cinta sebatas hubungan istimewa antara seseorang dengan lawan jenisnya. Padahal kalau kita amati lebih dekat, sebenarnya seseorang tidak bisa dikatakan cinta jika ia tak memiliki keikhlasan yang luar biasa.

Kok bisa?

Mmm, kita buat perumpamaan seperti ini. Ada seorang ibu yang rela menahan rasa sakit demi melihat senyum seorang anak yang akan dia lahirkan. Ada seorang ayah yang sanggup berjalan kaki puluhan kilometer untuk menghidupi keluarganya. Dan, ada seseorang yang jarang terbangun tengah malam tapi suatu malam menguatkan diri untuk wudhu dan shalat Tahajud.

Ini semua cinta, bukan? Yap, ini semua cinta. Sebab, ada keikhlasan yang membuncah-buncah dalam sikap orang-orang dalam contoh di atas.

Saat kita berani memutuskan untuk jatuh cinta, kita harus siap untuk mengikhlaskan hati untuk merasakan apa pun. Karena cinta bukan hanya tentang bahagia. Cinta yang Allah titipkan itu bercerita tentang banyak hal. Terkadang kita jatuh cinta, tapi orang yang kita sukai tidak memandang sedikit pun rasa yang kita simpan itu. Atau tidak jarang cinta kita berbalas, tapi sayang orang yang kita cintai tak kunjung memberi kepastian. Ada juga malah yang bangga dengan cintanya, lantas menjalin hubungan melewati batas. Katanya sih pengorbanan.

Teman, cinta itu bukan tentang pengorbanan tapi keikhlasan. Bagaimana bisa kita terus-terusan menunggu sesuatu yang tanpa kepastian, lalu kita katakan itu pengorbanan, padahal banyak hal yang sudah pasti yang menjadi kebahagiaan kita. Bagaimana bisa kita menyerahkan jiwa dan raga secara cuma-cuma lalu kita menyebutnya bukti cinta, sedangkan masa depan kita masih panjang, dan seseorang yang benar-benar baik telah Allah siapkan. Bagaimana bisa kekecewaan dan kesedihan yang berkepanjangan karena rasa yang tak terbalas kita anggap kekuatan, sementara di luar sana orang-orang yang tulus mencintai kita selalu mengharapkan kita bahagia.

Seseorang yang berkorban atas nama cinta belum tentu ikhlas. Bisa jadi ada satu dan lain hal yang ia inginkan, sehingga harus melakukan pengorbanan. Tapi, seseorang yang ikhlas pasti akan rela berkorban untuk apa pun yang terbaik bagi cintanya. Orang yang ikhlas pasti bersedia berkorban, sementara orang yang mau berkorban, sebesar apa pun pengorbanannya, belum tentu ikhlas.

Keikhlasan dekat dengan rahmat Sang Pencipta. Seseorang yang jatuh cinta, kemudian ia landasi cintanya itu dengan iman dan ikhlas, maka ia tidak akan takut dengan segala sesuatu yang mungkin terjadi pada cintanya. Sebab, ia tahu cintanya pada siapa pun di dunia ini tidak akan berlangsung lama.

Seseorang yang berkorban terkadang menyesali pengorbanannya, jika apa yang ia inginkan tak ia dapatkan. Tapi, seseorang yang ikhlas mencintai akan selalu ridha dengan apa pun yang terjadi pada akhirnya, entah ia mendapatkan apa yang ia cintai atau tidak. Karena ia percaya, Allah tidak akan memberikan hal buruk di setiap keikhlasan yang ia lakukan.

Maka, jika kita sedang mencintai seseorang, cintailah dirinya dengan hati yang ikhlas. Karena jika ia yang terbaik untuk kita, ia akan menjadi hadiah terindah dari keikhlasan yang kita ikhtiarkan itu. Jika ia bukan yang terbaik, ia akan menjadi pelajaran terhebat yang akan membuat kita lebih bijaksana.

Allah tidak akan mengecewakan hamba-Nya yang mengikhlaskan hati pada ketetapan-Nya. Jatuh cinta itu tidak pernah salah kok, cara kita menjaganya mungkin yang kurang tepat. Allah tidak mungkin menitipkan sesuatu yang tidak baik pada kita.

 

Salam,

Arum LS.

menikah saja selagi masih muda

Menikah Muda dan Hal-hal Tak Terduga di Dalamnya

Menikah muda bukan cita-cita yang banyak diinginkan orang. Memang sejumlah hal harus dipersiapkan dengan baik, sebelum kita merasakan banyak manfaat di baliknya.

Said Rosyadi dan Armyta Dwi Pratiwi adalah dua orang yang paling sibuk di balik akun Instagram @Kartun.Muslimah. Sebuah akun yang gencar men-share informasi seputar keislaman, terutama kepada anak-anak muda.

Bulan Februari ini keduanya akan me-launching sebuah buku yang berjudul Menikah Saja. Karya pertama mereka yang menceritakan susah-senang pengalaman mereka menikah di usia belia dan memberi gambaran bahwa menikah muda itu nggak seseram yang selama ini kita bayangkan.

Baca juga:
Menikah Saja
5 Hal Yang Mesti Kita Persiapkan Sebelum Menikah

Yuk, langsung kita simak wawancara Qultummedia.com dengan mereka!

Assalamualaikum, Mas Said. Apa kabar?

Wa’alaikumussalamAlhamdulillah, kami sekeluarga baik. Sehat walafiat.

Sepertinya selalu sibuk ya, Mas. Boleh dong diceritakan apa kesibukannya saat ini…

Kesibukan sehari-hari ngejalanin bisnis online kecil-kecilan dari rumah. Sambil main bareng anak-anak juga. Kadang keluar kota ngejar ilmu di seminar atau pelatihan, yang kemudian saya share untuk santri di Pesantren Bisnis Online Sintesa.

Mas Said dan Mbak Armyta kan menikah di usia yang relatif muda. Bisa di-share sedikit apa suka-dukanya menikah di usia muda?

Menikah, apalagi di usia muda, udah pasti perjuangan. Suka-duka udah satu paket yang nggak bisa dipisahkan. Enaknya, perjuangan itu kita tanggung bersama-sama. Pas lagi suka, ada pasangan tempat kita berbagi kebahagiaan. Pas lagi duka, ada pasangan tempat kita berbagi beban. Masalah yang paling sering kami alami sebenarnya tentang menyatukan pikiran dan hati. Butuh waktu yang nggak singkat, harus sabar dan perlahan.

Sebentar lagi buku pertamanya Mas Said dan Mbak Armyta akan terbit. Bisa diceritakan apa yang melatarbelakangi ditulisnya buku ini?

Yang pertama, karena kami ingin berbagi pengalaman. Pengalaman yang di dalamnya ada hal-hal yang bisa diambil pelajaran buat siapa saja yang mau menikah, terutama menikah muda. Yang kedua, karena menurut kami melalui buku kami akan lebih efektif dalam menyampaikan pesan. Sebelumnya kami sering diundang mengisi acara yang bertema nikah muda. Tiap acara berbeda, materi yang kami sampaikan hampir sama. Kami berpikir, kenapa nggak ditulis di buku aja? Sekali tulis kan bisa banyak orang yang baca.

Banyak anak muda saat ini yang menganggap pacaran sebagai hubungan yang wajar antara laki-laki dan perempuan. Apa yang keliru dengan anggapan ini?

Itu karena pengaruh tontonan yang luar biasa merusak anak-anak muda zaman sekarang. Pacaran, mengumbar aurat, bermesraan di depan umum dicontohkan dalam tontonan tersebut. Bahkan sebagian besar pemerannya adalah anak sekolahan. Lama-kelamaan hal ini seperti lumrah. Bahkan kalau yang nggak pacaran di-bully. Jones alias jomblo ngenes, katanya. Lebih miris lagi, kalau pacaran diangap wajar, kalau nikah malah dianggap memalukan. Banyak anggapan negatif kalau ada anak muda yang menikah.

Kebanyakan orangtua zaman sekarang lebih memilih menyekolahkan anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Ini masalah nggak sih kalau kita kaitkan dengan menikah di usia belia?

Sebetulnya nggak ada masalah antara kuliah sama nikah. Orangtua yang punya keputusan anaknya harus selesai kuliah dulu baru menikah pun sah-sah aja. Cuma yang salah itu anggapan bahwa menikah bisa menghambat kuliah. Nggak dong. Pengalaman istri saya dulu yang menikah di semester akhir kuliahnya, ngerjain skripsinya ditemani suami. Wisuda pun udah ada yang mendampingi. Bukankah itu lebih asyik? Hehe…

Tapi bagi anak muda, menikah di usia yang masih sangat belia itu tantangan juga kan, Mas. Ada tips nggak untuk mengatasi masalah ini?

Kita semua sepakat bahwa itu tantangan. Dan nggak main-main emang. Makanya, penting banget yang namanya persiapan. Di buku yang saya tulis pun 90% isinya membahas tentang persiapan menikah muda. Kalau ada orang yang mau menikah 2-3 tahun lagi atau bahkan 5 tahun lagi, persiapaannya bisa dimulai dari sekarang lho.

Apa harapan Mas Said dengan diterbitkannya buku ini?

Harapan saya, supaya masyarakat nggak lagi memandang nikah muda itu hal yang tabu. Dan mereka yang membaca jadi punya keyakinan terhadap pernikahan. Jadi, mereka tahu proses apa yang harus dijalani secara syar’i.

Sabar Itu Cinta yang Menghadirkan Ketenangan

Sabar itu cinta, atau ketenangan. Bisa ketenangan dalam pikiran, hati, badan, atau jiwa. Sabar juga perbuatan nyata, yang perlu dilatih dan dipupuk, termasuk (atau terlebih) dalam hidup berumah tangga.

Tentu saja, ini bukan hal yang mudah.

Untuk menjadi suami atau istri yang penyabar, kita perlu belajar untuk rileks menghadapi pelbagai persoalan hidup. Sebab, seseorang yang bawaannya sabar saat masih single, bisa berubah ketika ia sudah berumah tangga: bertambah sabar atau sebaliknya.

Baca juga:
Menjemput Jodoh dengan Istikharah
Jomblo dan Pertanyaan “Kamu Kapan?”

Biasanya sikap ini dilawankan dengan ketergesaan. Kondisi ini biasanya memperumit persoalan. Tak heran, jalan keluar suatu masalah yang sebenarnya ada di depan mata malah tak tampak. Kita malah mencari ke sana-kemari seolah solusi masalah kita ada di tempat yang jauh.

Menjadi pribadi yang penyabar bukanlah hal mudah. Untuk memiliki kebiasaan ini penuh rintangan. Kita perlu pemahaman dan latihan yang tak kenal waktu. Sebab, tak semua masalah yang kita hadapi dalam hidup berumah tangga selalu sama. Lalu, bagaimana langkah-langkahnya?

Pertama, mengenali makna sabar melalui ilmu agama.

Kata ini berasal dari bahasa Arab sho-ba-ro. Artinya ‘menahan’ dan ‘mencegah’. Setidaknya ada 90 ayat yang menguraikan kata itu di dalam Al-Qur’an. Perintah untuk bersabar digunakan sebagai jembatan menuju rahmat-Nya. Namun yang perlu digarisbawahi, sabar bukanlah kepasrahan membabi buta yang tak diiringi dengan usaha.

Mari kita simak kembali terjemah QS. Al-Baqarah: 153 ini. Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Kedua, belajar kepada siapa saja yang memiliki kesabaran yang tinggi.

Kisah para nabi banyak memberikan pelajaran pada kita bagaimana seharusnya bersikap dalam situasi yang mudah menyulut emosi. Misalnya, kisah tentang Nabi Khidir yang mengajarkan ilmu sabar kepada Nabi Musa as. Atau kisah Nabi Yunus yang harus menghadapi kaumnya yang tak patuh dan perjuangan beratnya saat berada di dalam perut ikan paus.

Contoh kesabaran yang juga sudah mendarah daging dalam diri seseorang ditunjukkan oleh Umar bin Khattab. Umar yang dikenal garang dan ditakuti orang ternyata memiliki sifat yang lembut kepada istrinya. Umar pernah dimarahi oleh sang istri, tapi beliau hanya diam dan tak membalas amarah istrinya itu sedikit pun. Ia memilih menahan diri dan tak emosional.

Ketiga, belajar berpikir panjang dan tak mudah panik.

Salah satu yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal dan budinya. Lewat akal manusia bisa berpikir, sehingga membuat dirinya memiliki ketenangan. Sementara itu, tindakan tanpa berpikir bisa sangat membahayakan, sebab darinya bisa muncul kepanikan, kecemasan, bahkan ketakutan.

Keempat, belajar bersikap rileks dalam menghadapi aneka persoalan.

Sikap tenang akan membuahkan kebahagiaan dalam berumah tangga. Itu sebabnya, rumah tangga yang ideal dalam Islam adalah rumah tangga yang dikaruniai sakinah atau ketenangan. Sebab dengannya, kebahagiaan akan tercipta.

Kelima, selalu ingat bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan.

Sebagaimana QS. Al-Insyirah ayat 5-6, Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Tak ada masalah tanpa solusi. Dan datangnya solusi, berdasarkan ayat di atas, bersamaan dengan datangnya masalah tersebut.

Keenam, bersabar dalam membina rumah tangga.

Sikap mulia ini tentu saja bisa dijadikan prinsip dasar dalam mendidik anak, membangun ekonomi keluarga, dan menghadapi berbagai perkara lain dalam rumah tangga. Dengan adanya sikap sabar, rumah tangga akan cenderung lebih tenang dan bahagia.

 

foto credit: www.pixabay.com

 

jodohku kamu, bukan dia

Jodohku Ternyata Kamu dan Sebuah Buku Tentangnya

“Jodohku ternyata bukan dia…” Begitu keluh seseorang tentang kesedihannya karena ditinggal sang kekasih. “Mungkin jodohku masih mencari jalan untuk menemukanku,” ujar orang yang berbeda.

Dulu informasi seputar pernikahan cenderung tertutup rapat. Di era media sosial seperti sekarang, hal tersebut berubah. Curhat pun bisa ‘bebas’ dilakukan, termasuk tentang bagaimana mencari pasangan hidup.

Nah, Sobar D. Prabowo, penggagas akun Twitter dan Instagram @nikahasik adalah satu di antara sedikit orang yang sering bersentuhan dengan urusan curhat-curhatan masalah ini. Pria yang punya pengalaman menikah di usia 21 tahun ini kebetulan baru saja merilis buku terbarunya yang berjudul Jangan-jangan Kita Berjodoh.

Baca juga:
Jungkir Balik Nikah Muda
Jangan-jangan Kita Berjodoh

Yuk, kita ikuti obrolan singkat dengannya tentang @nikahasik dan aktivitasnya di media sosial!

 Awalnya, apa yang melatarbelangi Mas Sobar membuat akun @nikahasik di Twitter dan Instagram?

Saya suka main Twitter. Tapi lama-lama, saya prihatin sama akun-akun Twitter yang sok romantis dan suka ngomporin orang untuk pacaran. Saya waktu itu mikir, “Ni orang apa nggak peduli ya dengan banyaknya perzinaan di antara orang-orang yang pacaran? Kok gencar sekali mengampanyekan pacaran…”

Nah, dari situ saya kepikiran bikin campaign tandingan. Awalnya pengin ngangkat tema bahwa menjomblo itu asik, tapi karena saya sudah nikah (dan bisa gawat kalo istri saya mengira saya pengin jomblo lagi), maka saya pakai nama akun Twitter @nikahasik.

 Mengapa memilih tema seputar pernikahan?

Soalnya kalau temanya seputar budi daya cabai rawit saya nggak menguasai… Hehehe…

Di media sosial, tema jodoh tampaknya banyak yang meminati. Apa banyak follower @nikahasik yang curhat ke Mas Sobar seputar masalah ini? Sharing dong, barangkali ada pengalaman yang menarik…

Iya, banyak memang. Ada yang minta dicarikan jodoh, ada yang minta doa agar cepat ketemu jodoh, ada juga yang curhat seputar kisah pernikahannya. Ada yang curhat masalah keluarga, bahkan ada yang terang-terangan minta sumbangan untuk nikah.

Apa alasan Mas Sobar menyarankan anak-anak muda segera menikah?

Bukan. Saya bukan menyarankan mereka menikah. Menikah itu nggak gampang, kayak membalik telapak kaki gorila. Saya hanya menyarankan mereka untuk nggak pacaran. Simpel.

Bisa diceritakan sedikit pengalaman Mas Sobar saat memutuskan menikah muda?

Jadi, dulu saya ini ‘terjebak’ pergaulan bebas. Dalam arti, dibebaskan untuk menikah oleh ibu saya, meski masih muda. Ya sudah, restu ada, dan kebetulan saya juga sudah kerja.

Apa salahnya, kan?

Tentang buku Jangan-jangan Kita Berjodoh, apa yang ingin Mas Sobar sampaikan?

Buku ini saya susun utamanya untuk menjawab permasalahan yang sering ditanyakan oleh sahabat #NikahAsik. Selain itu, di dalamnya ada kisah-kisah inspiratif dan pelajaran yang saya dapatkan selama saya concern dengan tema ini.

Semua saya coba sajikan agar pembaca memiliki gambaran yang lebih jelas soal jodoh, cinta, dan pernikahan.

 

foto: unsplash.com

bahagia muncul dari diri kita, bukan dari luar diri kita

Inilah Cara Meraih Kebahagiaan Seperti Dilakukan Oleh Para Nabi

Bahagia itu bisa dirancang dan diciptakan. Karenanya, bukan mustahil ia hadir tanpa jeda. Bahkan cara mewujudkannya pun sederhana.

Jika selama ini sudut pandang kita dalam memaknainya mengacu pada hal-hal yang sifatnya duniawi atau materiil, ubahlah segera. Percaya atau tidak, kebahagiaan seperti itu semu. Sebab, ia tak melulu ada kaitannya dengan kepuasan duniawi, materiil, apalagi sebatas finansial.

Baca juga:
Hujan Bahagia
Menikah Muda dan Hal-hal Tak Terduga di Dalamnya

Kebahagiaan yang sesungguhnya bisa kita dapatkan dengan meraih kepuasan batiniah, seperti memperbanyak ibadah, menghindari suuzhan, atau menahan diri saat makan agar tidak terlalu kenyang. Cara lain yang bisa kita lakukan untuk mendapatkannya adalah dengan membagikan ilmu yang bermanfaat dan tidak menyebarkan berita dusta (hoax) atau fitnah di media sosial.

Ucapan syukur sudah bisa menunjukkannya. Sebab itu berarti pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita dapat adalah anugerah dari Allah; bukan semata-mata karena usaha kita.

Bisa juga kita memaknainya dengan mengoptimalkan seluruh potensi diri untuk mengabdi kepada-Nya. Tidak ada penglihatan, pendengaran, perasaan, perkataan, dan perbuatan kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Tidak kita gunakan untuk melanggar aturan-Nya. Semua digunakan untuk beribadah.

Bisa juga kita maknai bahwa dalam kondisi apa pun, lapang maupun sempit, kita tetap ikhlas bersedekah. Sedikit yang kita miliki, kita sisihkan untuk kita sedekahkan. Sebagaimana sedekahnya para sahabat Nabi Muhammad, seperti Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar bin Khaththab, dan Ustman bin Affan.

Bahagia Ala Nabi Muhammad saw

Meski dijamin masuk ke surga dan terbebas dari dosa, Nabi Muhammad tetap menghabiskan sepertiga malam yang sunyi dan dingin dengan beribadah dan bermunajat kepada-Nya dengan takbir, ruku’, dan sujud, hingga air mata pun membasahi pipi dan kedua kakinya bengkak. Inilah cara Nabi Muhammad saw bahagia dengan bersyukur (‘abdan syakuuraa).

Bahagia Ala Nabi Yusuf as

Sementara itu, Kebahagiaan bagi Nabi Yusuf as adalah menjaga nafsunya dari ajakan bermaksiat seorang istri pejabat. Ia memilih dikurung dalam penjara daripada menuruti bujuk rayunya.

Bahagia Ala Nabi Ayub as

Kebahagiaan itu seperti Nabi Ayub yang kian dekat kepada-Nya dan tidak pernah berburuk sangka kepada Allah. Berkat kesaabarannya, penyakit Nabi Ayub diangkat dan bisa kembali hidup normal dan bahagia.

***

Uraian di atas diambil dari buku “Berupaya Tanpa Jeda, Beryukur Tanpa Kendur.” Buku yang ditulis oleh Syaiful Anshor ini memberikan banyak inspirasi dan ajakan agar kita selalu menyukuri segala keadaan yang diberikan Sang Pencipta. Sebab, saat kita bersyukur maka akan ada janji bahwa nikmat-Nya itu akan ditambah.

 

foto: unsplash.com

nikah mudah itu butuh persiapan

Nikah Ajalah, Hari Gini Pacaran Udah Nggak Zaman

Nikah itu saatnya kita bangun dari “tidur”, sementara pacaran adalah ketika kita masih “terlelap” dan “bermimpi”…

Baca juga:
Jangan Pernah Menyerah! (Special Edition)
Sabar Itu Cinta yang Menghadirkan Ketenangan
Cinta Lebih Membutuhkan Keikhlasan Dibanding Pengorbanan

Menentukan pasangan hidup dan mengambil keputusan untuk menikah di usia yang belia tentu butuh pertimbangan yang matang. Kita perlu memikirkan bagaimana persiapannya, bagaimana prosesnya, dan bagaimana meraih cita-cita bersama. Penulis buku Jatuh Cinta Tak Pernah Salah yang juga pengelola akun Instagram @negeriakhirat, Arum Listyowati Suprobo atau yang akrab disapa Arum, berbagi pengalamannya menikah di usia muda. Mari simak wawancara kami dengannya.

Mbak Arum, saya lihat tulisan-tulisan di akun Instagramnya sering bicara tentang nikah di usia muda. Mengapa?

Sederhana sih, Mas, sebenarnya. Saya ingin membuka pikiran teman-teman bahwa nikah muda itu tidak berarti mencari masalah, asal niat kita lillaahi Ta’aalaa dan dijalani dengan berpegang pada syariat-Nya. Bukan ingin ngomporin sih, tapi asumsi bahwa pacaran itu bisa menjamin kehidupan rumah tangga yang baik sudah seharusnya ditinjau ulang.

Sebelum berhijrah, saya dan suami sama-sama pernah pacaran dengan orang lain, tapi akhirnya jodoh kami bukan mereka. Saya dan suami malah bertemu secara tidak terduga. Pengalaman pribadi saya itulah salah satunya yang ingin saya bagi pada teman-teman.

Kalau boleh tahu berapa usia Mbak Arum saat menikah dulu?

Saya menikah usia 20 tahun, suami saya 23 tahun. Jadi memang sama-sama baru menginjak usia 20-an tahun.

Ada tidak kendala sebelum memutuskan untuk nikah muda, misalnya dari keluarga, teman, atau lingkungan?

Kendala utama jelas dari orangtua, karena waktu itu saya masih kuliah. Kedua dari diri saya sendiri. Waktu itu saya sulit sekali membayangkan di usia yang masih sangat muda saya harus memikirkan rumah tangga, ketika teman-teman saya yang lain hanya memikirkan kuliah mereka. Sedangkan kendala dari teman dan lingkungan tidak terlalu saya rasakan. Ya paling teman-teman saya hanya terkejut dan tidak percaya, tapi setelah saya jelaskan alhamdulillaah mereka bisa mengerti pilihan saya.

Kalau menurut Mbak Arum sendiri, apakah saat itu Mbak Arum sudah merasa matang secara emosional?

Secara emosional saya sebenarnya belum bisa dibilang matang, tetapi alhamdulillaah suami sudah cukup dewasa, mungkin karena beliau punya pengalaman yang cukup banyak meski usianya baru duapuluhan. Di awal-awal menikah saya merasa kurang persiapan untuk menghadapi permasalahan rumah tangga. Tapi itu bukan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan, sebab kami memang punya komitmen untuk terus belajar, lebih-lebih ada dukungan dari orangtua kami yang bisa menjadi tempat kami mencurahkan isi hati.

Sekarang kami menyadari betapa untuk menikah kita perlu mempertebal iman, membersihkan hati, dan memperbanyak ilmu. Sebab kehidupan rumah tangga tidak untuk satu atau dua hari saja tetapi selamanya.

Boleh diceritakan apa makna Jatuh Cinta Tak Pernah Salah?

Jatuh cinta bisa terjadi pada siapa saja, bisa datang tiba-tiba atau perlahan, di tempat yang kita duga atau tidak, dan di waktu yang memungkinkan atau menurut kita mustahil. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Kalau kemudian ada yang menjadi persoalan, itu adalah bagaimana kita merespon hati yang sedang jatuh cinta. Orang yang berpikiran panjang akan sanggup mengendalikannya, sedang mereka yang mudah termakan dorongan nafsu akan mudah terjerumus.

Dalam satu kalimat saja, pesan apa yang ingin Mbak Arum sampaikan dalam buku Jatuh Cinta Tak Pernah Salah ini?

Mencintai dan dicintai adalah anugerah dari Allah SWT yang harus senantiasa disyukuri.

Menurut Mbak Arum apa yang menarik dari buku ini?

Semuanya. Hahaaa… Begini, Mas, buku ini kan isinya quote dan kisah-kisah. Saya sebagai penulis berharap buku ini bisa memberikan pencerahan atau minimal penyemangat, terutama saat pembaca sedang dalam situasi yang tidak menentu.

Saya pribadi senang jika dalam situasi seperti itu membaca kalimat-kalimat yang menguatkan dan menghibur, sebab kadang saat sedang mendapat masalah, kita tidak memerlukan saran dari orang lain tentang solusinya, sebab kita sendiri mungkin sudah tahu. Yang kita butuhkan adalah perhatian dan rasa pengertian. Quote itu kan hasil renungan yang seolah-olah adalah bentuk perhatian pada kita.