Membayar Zakat: Bukti Iman dan Cara Menjaga Kesucian Harta
Membayar zakat harus muncul dari kesadaran diri kita, bukan karena dipaksa oleh pihak-pihak tertentu.
Zakat bukan hanya sebuah kewajiban dalam Islam tapi juga bukti. Bukti bahwa pemeluknya benar-benar muslim yang sejati, bukan sekadar mencari keuntungan dengan mengaku muslim. Seorang muslim yang sejati pasti akan sukarela membayarkan zakatnya, betapapun nilainya sangat besar, bukan justru menunda-nunda, menahan, apalagi mengingkari kewajiban tersebut.
Pada zaman Nabi saw dulu, sebagian orang yang mengaku memeluk Islam merasa sayang dengan harta bendanya dan memilih untuk tidak membayarkan zakatnya. Mereka inilah yang disebut sebagai orang munafik. Keselamatan mereka terjamin dengan menjadi pengikut Nabi saw tapi pada saat yang sama enggan menunaikan kewajiban tersebut.
Zakat adalah salah satu pilar dalam agama kita. Kalau kita enggan membayar zakat maka itu sama artinya kita tidak menegakkan salah satu pilar di dalamnya, yang bisa juga diartikan membiarkan agama yang kita cintai ini roboh. Dan jika Islam yang sudah diperjuangkan oleh Rasulullah dan para ulama ini roboh maka itu artinya akan segera terjadi kebinasaan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, “Allah tidak akan menerima iman seseorang yang tidak menunaikan zakat, dan tidaklah seseorang itu beriman kecuali dia menunaikan zakatnya.”
Membayar Zakat dan Hubungannya dengan Iman
Iman adalah keyakinan di dalam hati, yang diutarakan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan. Di sinilah hubungan antara iman dan zakat bisa kita lihat. Kalau seseorang benar-benar beriman maka ia pasti membayarkan zakatnya, sebab itu adalah bukti kesungguhan imannya. Jika tidak, maka iman yang diucapkannya tidak lebih sekadar kata-kata yang tidak bermakna.
Kalau kita cermati, seseorang yang enggan membayarkan zakatnya muncul karena rasa cinta yang berlebihan terhadap harta bendanya. Kecintaan yang berlebihan terhadap harta benda membutakan hatinya, dan membuatnya lalai bahwa dunia dan isinya yang kita miliki sekarang suatu saat akan kita tinggalkan.
Orang yang terjaga imannya sadar bahwa akhirat itu kekal, sementara dunia ini sementara saja. Itu sebabnya, perasaan cinta terhadap harta benda tidak menghinggapi hatinya. Jangankan untuk membayar zakatnya, uangnya hilang pun mereka tidak terlalu merasa sedih. Sebab mereka tahu, bahkan jiwanya sendiri adalah milik Allah dan suatu saat akan kembali pada-Nya.
“Hubbun dun-yaa ro`su kulli khothi`ah, cinta dunia adalah akar segala masalah”. Betapa banyak pertikaian di dunia ini terjadi akibat orang-orang dilalaikan oleh harta benda. Bahkan belakangan ini, munculnya hoax dan pecahnya perang konon terjadi juga karena hasrat sebagian orang untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya, tanpa memedulikan kebaikan dirinya dan orang lain.
Membayar Zakat Akan Menjaga Kesucian Harta Kita
Menahan zakat tidak akan membawa faedah apa-apa bagi kita. Itu bukan hanya membuktikan kepalsuan iman dan Islam kita tapi juga tidak bisa mempertahankan apalagi menambah jumlah harta benda kita. Sebaliknya, enggan membayarkan zakat justru merupakan awal bagi musnahnya limpahan rezeki yang telah Allah berikan pada kita sekaligus keberkahannya.
Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis, “Tidak akan binasa harta benda di daratan dan di lautan kecuali dengan menahan pembayaran zakat.”
Mungkin ada baiknya kita renungkan doa Sayyidina Ali berikut, sebuah ungkapan yang mencerminkan kearifannya dalam menempatkan harta benda duniawi di dalam hidupnya. “Alloohummaj’alhaa fii aydiinaa, walaa taj’alhaa fii quluubinaa (Ya Allah, letakkanlah harta benda itu di tanganku, janganlah Kau meletakkannya di hatiku).”
Mengapa Sayyidina Ali memohon pada Allah agar harta benda duniawi diletakkan di tangannya dan bukan di hatinya? Karena tangan adalah simbol kekuasaan dan kendali, sementara hati adalah simbol pusat kekuasaan dan kendali. Harta benda yang ada di dalam genggaman tangan kita akan mudah kita kendalikan untuk tujuan yang baik, tapi jika ada di hati kita maka akan sulit untuk kita arahkan.
Walloohu a’lam.
Sumber foto: https://ekonomi.kompas.com